HADITS
DHOIF DAN MACAM - MACAMNYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini
membahas tentang bebagai macam pembagian Hadits Dhaif dan
definisi-definisinya.Hadits Dhaif merupakan bagian dari klasifikasi pembagian
Hadist berdasarkan kualitas sanan dan matan Hadist yang terbagi dalam Hadits
Shahih, Hasan, dan Dhaif.
Karena salah satu dari
fungsi Hadits adalah sebagai penjelas dan penafsir ayat al-Qur’an yang bersifat
umum, terutma yang menyangkut tat car pelaksanaan berbagai ibadah yang
disyari’atkan di dalam islam,sehingga perlu untuk mengetahui Hadits yang dapat
dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan pelaksanaan ibadah,serta
sebagai sumber ajaran Islam ,yaitu
Hadits yang maqbul (yang diterima), Hadits Shahih dan Hadits Hasan .Sedangkan
Hadits yang mardud merupakan Hadits yang ditolak dan tidak sah penggunaannya
sebagai dalil hukum atau ajaran Islam,dan banyak sekali jumlah dan maacamnya
dari berbagai macam Hadits dhaif.
B. Perumusan Masalah
- Bagimanakah Hadist dhoif dan macam – macamnya?
- Bagaimana Dho’if disebabkan keterputusan Sanad dan macam- macamnya?
- Bagaimanakah Dhoif yang disebabkan cacat selain keterputusa Sanad dan macam – macamnya?
- Bagaimanakah kehujjahan Hadits Dho’if ?
BAB
II
HADITS
DHO’IF
A. kreiteria dan Macam–macam Hadits Dhaif
Hadits dhaif adalah Hadits
Mardud,yaitu hadits yang di tolak atau tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan sesuatu
hukum (tidak memenuhi suatu syarat-syarat bisa diterima,baik syarat shahih
maupun hasan).
Kata al-dha’if ,secara bahasa
adalah lawan dari al-qawiy yang berarti “lemah“.pengertiannya menurut istilah ulama hadits adalah :Hadits
dha’if adalah setiap hadits yang tidak terhimpun padanya keseluruhan sifat
qabul.
Atau,menurut sebagian besar ulama’ hadits adalah : Hadits dha’if
adalah hadits yang tidak menghimpun
sifat shahih dan hasan [1]
Dan,dalam redaksi ibn al hasan di sebutkan :(Hadits Dha’if)adalah setiap
hadits yang tidak terhimpun padanya sifat sifat hadits shahih dan tidak pula
sifat –sifat hadits shahih dan tidak pula sifat sifat hadits hasan .[2]
Dari definisi di atas dapat di pahami bahwa kreteria hadits dhaif
tersebut adalah :
1.
Terputusnya hubungan antara satu perawi dengan perawi
lain di alam sanad hadis tersebut ,yang seharusnya bersambung .
2.
Terdapatnya cacat pada diri salah seorang perawi atau
matan hadits tersebut .
Kedhaifan hadis daif disebabkan oleh dua
hal pokok yaitu
1.
Terputusnya sanad
2.
Terdapatnya cacat pada diri salah seorang perwi atau
matannya .
B. Macam-macam
hadis dhaif
Berdasarkan sebab sebab kedhaifan suatu hadits ,hadits
dhaif terbagi kepada beberapa macam ,yaitu :
1. pembagian hadits dhaif di
tinjau dari segi terputusnya sanad
a. Hadits Muallaq
Secara etimologi kata mu’allaq
adalah isim maful dari kata ‘allaqa,yang berarti “menggantungkan sesuatu pada
sesuatu yang lain sehingga ia menjadi tergantung “.
Menurut istilah ilmu hadts
adalah : hadits yang di hapus dari awal sanad nya seorang perawi atu lebih
secara berturut turut .[3]
Bentuk hadits mu’allaq antara lain :
1. Bahwa Mukharrij Hadits langsung
berkata :Rasul SAW bersabda “…”;
2. Mukharrij
Hadits menghapus seluruh sanadnya kecuali sahabat ,atau sahabat dan tabi’i..
Hukum hadist mu’allaq
adalah mardud (tertolak),karena tidak terpenhi salah satu sarat qabul,yaitu
persambungan sanad ,yang dalam hal ini adalah di hapuskannya satu orang perawi
atau lebih dari sanadnya ,sementara keadaan perawi yang dihapuskan tersebut
tidak diketahui .
b. Hadis mursal
Secara bahasa kata mursal adalah isim maful dari
arsala ,yang berarti athlaqa,yaitu “melepaskan atau membaskan
“dalam hal ini adalah melepaskan isnad dan tidak menghubungkannya debgan seorbg
perawi yang di kenal.
Menurut istilah ilmu hadis
Hadits mursal adalah hadits yang gugur dari ahir sanadnya ,seorang perawi
sesudah tabi’i.[4]atau hadits
yang diangkatkan oleh tabi’i kepada rasulSAW dari perkataan atau perbuatan atau
taqrir beliau ,baik tabi’i itu ,tabi’I
kecil ,atau tabi’i besar.[5]
Bentuk hadts mursal tersebut
adalah ,bahwa seorang tabi’i baik kecil atau besar ,mengatakan Rasullullah SAW
berkata demikian ,”dan sebagainya ,sementara tabi’i tersebut jelas tidak
bertemu debgan rasul SAW .jadi ,dalam hal ini tabi’i tersebut telah
menghilangkan sahabat ,sebagai generasi perantara antara tabi’in dengan rasul
SAW, di dalam sanad hadits tersebut.
Hukum hadits mursal yaitu Dho’if dan
ditolak(mardud).Hal tersebut adalah karena kurangnya (hilangnya) salah satu
syarat ke-Shahihan dan syarat diterimanya suatu Hadist,yaitu persambungan
sanad.selain itu jga karena tidak dikenalnya(majhul)tentang keadaan perawi yang
dihilangkan tersebut,sebab boleh jadi yang hilang itu adalah bukan
sahabat.dengan adanya kemungkinan Hadits tersebut adlah dhoif.
Tentang status dan hukum berhujjah Hadits mursal,para
Ulama ahli Hadits berbeda pendapat yaitu:
1.pendapat yang menyatakan hukum
Hadits mursal adalah Dhoif dan Mardud.Ini adalah pendapat mayoritas Ulama’
Hadits ,Ulama Ushul fiqih, dan parafuqaha .Argumentasi mereka adalah karena
tidak diketahui keaadaan perawi yang digugurkan tersebut adalah seorang tabi’i
dan bukan sahabat.
2.Hukum adalah Shahih dan karena
karenanya dapat dijadikan Hujjah .Inilah pendapat dari tiga Imam besar , yaitu
Abu Hanif,Malik,dan Ahmad ibn Hanbal dari pendapatnya yang termasyur . Akan
tetapi ,merek mensyaratkan bahwa perawi yang mengirsalkan tersebut adalah
tsiqat tidak akan mengatakan “Rasulullah SAW bersabda ….”,kecuali ia telah
mendengarkannya sendiri dari seorang yang tsiqat.
3.Pendapat ketiga adalah pendapat Imam
Safi’i yang mengatkan bahwa Hadits Mursal dapat diterima ,tetapi dengan
syarat,yaitu:
- Bahwa yang mengirsalkan adalah dari Tabi’in besar.
- Bila menyebutkan orang yang meng-Irsalkan itu, maka para ulama yang di irsalkan-nya itu, maka yang disebutkanny adalah orang tsiqat.
- Apabila ia beserta para ulama (huffaz) yang terpercaya , maka para ulama tersebut tidak berbeda pendapat dengannya .
- ketiga syarat diatas harus ditambah dengan salah satu hal berikut yaitu:
a)
Bahwa ia meriwayatkan Hadits tersebut melalui jalur
lain secara musnad,
b)
atau meriwayatkan dari jalur yang lain secara mursal
dan yang di-Irsalkannya adalah perawi yang menerima Hadits daripara perawi yang
bukan perawi hadits musal yang pertama,
c)
Atau Hadits tersebut sesuai dengan perkataan Sahabat,
d)
Atau para Ulama banyak yang berfatwa dngan kandungan
Hadits tersebut.[6]
Mursal Shahabi adalah Hadits yang diriwayatkan oleh
seorang sahabat dari perkataan atau perbuatan rasul SAW, sementara Sahabat yang
bersangkutan masih kecil usiannya ketika itu, atau karena terlambat masuk
Islam, atau karena sedang tidak ada di tempat. Diantara merek adalah Ibn Abbas
dan Zubair, yang masih dalam usia kecil
ketika Rasulullah SAW hidup.[7]
Hukum Hadits Mursal Sahabi menurut jumhur Ulama
adalah Shahih dan dapat dijadikan hujjah.Bahwa seorang Sahabat jarang
meriwayatkan Hadits yang bersumber dari tabi’in ,dan apabila melakukannya tentu
dia akan menjelaskan hal yang demikin .
c.Hadits Mu’dhal
Secara etimologi , kata
Mu’dhal adalah isim maf’ul dari kata a‘dhala yang berarti a’ya, yaitu :” menjdikan
sesuatu menjadi problematik atau misterius”.Sedangkan menurut istilah,
Hadits yang gugur dari Sanad-nya dua orang perawi atau lebih secara
berturut-turut.[8]
Menurut Imam al-Hakim
al-Naisaburi , Mu’dhal dalam riwayat adalah bahwa terdapat antara seorang
mursil (yaitu oramg yamg menggurkan rangkaian sanad Hadits sebelum rosul)
kepada rasulullah SAW lebih dari satu orang.[9]
Hukum Hadits Mu’dhal
adalah Dha’if, bahkan keadaannya lebih buruk dari hadits mursal dan Hadits
munqathi’, karena perawi yang gugur di
dalam sanadnya lebih banyak .
Hadits Mu’dhal sebagian
bentuknya sama bahkan bersatu dengan Hadits mu’allaq. Bila yang gugur itu dua
orang perawi nya atau lebih dari pangkal sanadnya , maka dalam hal ini Hadits
tersebut mu’dhal dan Mu’allaq sekaigus. Apabila yang yang gugur dua orang
perawi secara berturut-turut di tengah-tengah Sanadnya, maka Hadits tersebut
Mu’dhal saja.
d.Hadits Munqathi’
Kata munqathi’ adalah isim
fa’il dari al-inqitha’, yaitu lawan dari al-ittishal, yang berarti terputus .
Menurut istilah , al-Munqathi’ adalah Hadits yang tidak bersambung Sanadnya
,dan keterputusannya Sanad tersebut bias terjadi di mana saja.[10]
Dengan demikian ,termasuk ke
dalam jenis Hadits Munqathi’ adalah Hadits Mursal, Mu’allaq, dan Mu’dhal. Ibn
Hajar atsqalani menggunakan istilah Munqathi’
hanya terhadap Hadits yang terputus sanadnya selain yang terjadi pada Hadits
Mursal , Mu’alaq, dan Mu’dhal.Dengan demikian istilah Minqathi’ adalah umum dan
meliputi setia Hadits yang teputus Sanadnya selain bentuk yang tiga
diatas.Yaitu yang terputus Sanadnya tidak paa awalnya , akhirnya, atau tidak
pada dua orang perawi secara berturut-turut.
Para
ulama Hadits sepakat menyatakan hukum Hadits Munqathi’ adalah Da’if, karena tidak
diketahuinya perawi yang digugukan.[11]
e.Hadits Mudallas
Kata mudallas adalah isim
maf’ul dari tadlis ,yang seara etimologi
artinya “menyembunyikan cacatbarang yang dijual dari si pembeli.”Kata al-dalsu
mengandung arti “gelap” atau “berbaur dengan gelap”.
Sedangkan menurut ilmu
Hadits ,Hadits Mudallas yaitu “menyembunyikan cacat dalam sanad dan
menampakkannya pada lahirnya seperti baik”[12]
Mudallas terbagi menjadi
dua yaitu:
1.Tadlis al-Isnad, yaitu Bahwa
seorag perawi meriwayatkan Hadits dari seorang guru yang telah atau pernah
mengajarkan beberapa Hadits kepadanya .Namun, Hadits yang di-tadlisnya itu
tidak diperoleh dari gurunya tersebut ,tetapi dari guru yang lain yang kemudian
guru itu digugurkannya (disembunyikannya).Perawi itu kemudian meriwayatkannya
dari gurunya yang pertama dengan lafaz yang mengandung pengertian seolah-olah
dia mendengarnya darinya,sehingga orang lain mnduga bahwa dia mendengar dri
gurunya yang pertama di atas.
2.Hadits al-Syuyukh,yaitu:
seorang perawi memberi nama, gelar, nisbah atau sifat kepada gurunya dengan
sesuatu nama atau gelar yang tidak dikenal.[13]Atau
seorang perawi meriwayatkan Hadits dari seseorang guru yang didengarnya
langsung dari guru-guru tersebut menyebut nama guru itu,gelarnya, nasabnya,atau
sifatnya yang tidak dikenal orang agar orang lain tidak mengenalnya.[14]
Hukum Hadits Mudallas
yaitu:
a. Tadlis
al-Isnad adalah dicela oleh Ulam Hadits, bahkan diantara mereka ada yang menyatakan
perbuatan tadlis itu adalah saudaranya perbuatan bohong.
b.Tadlis al-syuyukh, hukumnya lebih
ringan dari yang pertama, karena tidak ada perawi yang digugurkan padanya.Akan
tetapi, perbuatan tersebut tetap tercela, karena dapat mengacaukan pemahaman
orang yang mendengar terhadap perawi Hadist dimaksud.
Adapun mengenai hukum
Haditsnya, terdapat tiga pendapat Ulama,yaitu:
1)
Perawi yang diketahui pernah melakukan , walaupun hanya
sekali, maka dia adalah jarh(cacat), dan karena itu Haditsnya ditolak(mardud).
2)
Bagi mereka yang menerima Hadits Mursal, maka mereka
juga menerima Hadits mudallas,Hadits sebab dalam pandanga mereka tadlis sama
dengan irsal. Di antara yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Ulama
Zaidiyyah
3)
Apabila perawi yang pernah melakukan tadlis tersebut
melakukan tadlis terhadap sanad dengan menggugurkan perawi yang dhoif secara
sengaja dan ia mengetahui kedhoifan perawi yang digugurkan itu,maka perawi yang
melakukan tadlis tersebut adalah jarh/cacat karena sengaja berdusta dank arena
itu Haditsnya ditolak.[15]
2. Dho’if yang Disebabkan Cacat Selain Keterputusan Sanad
Yang termasuk dengan cacat pada perawi
adalah bahwa terdapat kekurangan atau cacat (jarh) pada diri perawi tersebut,
baik dari segi keadilannya,agamanya atau dari segi ingatan,hafalannya,dan
ketelitiannya.Penyebab terjadinya cacat pada seorang perawi yaitu:
a)
cacat yang berhubungan dengan keadilan seorang perawi
yaitu : al-kadzib (pembohong / pendusta), al-tuhmah bi alkadzib (dituduh
berbohong), fasik,berbuat bid’ah dan tidak diketahui keadaannya (al jahalah).
b)
cacat yang berhubungan dengan ingatan dan hafalan
perawi adalah: fahsy al-ghalath (sangat keliru atau sangat dalam
kesalahannya),su’al hifzh (buruk hafalannya), al-ghaflah (lalai), kasrat
al-awham(banyak prasangka ), dan mukhallafat al-tsiqat(menyalahi perawi yang
tsiqat).[16]
Macam-macam
Hadits Dha’if berdasarkan cacat yang dimiliki oleh perawinya yaitu:
a.Hadits Matruk
Suatu Hadits yang perawinya
mempunyai cact al-Tuhmah bi al-kadzib, tertuduh dusta , yaitu peringkat kedua
terburuk setelah al-kadzib, pembohong atau pendusta,disebut hadits Matruk.
Dalam istilah Hadits Matruk
adalah Hadits yang terdapat pada sanadnya perawi yang tertuduh dusta.[17]
Pada umumnya seorang yang perawi yang tertuduh dusta adalah karena dia
dikenal berbohong dalam pembicaraanya sehari-hari, namun bukan secara nyata
kebohongan tersebut ditunjukkan terhadap Hadits Nabi SAW ,atau Hadits tersebut
hanya diriwayatkan oleh dia sendirian sementara keadaannya menyalahi
kaidah-kaidah umum.
Hukum Hadits Matruk
adalah Hadits dha’if yang paling buruk keadaannya sesudah Hadist Maudhu’.Ibn
Hajar menyatakan bahwa Hadits dhoif yang paling buruk keadaannya adalah Hadits
mawdhu’, dan setelah itu Hadits Matruk,kemudian Hadits Munkar, Hadits mu’allal,
Hdits Mudrj, Hadits Maqlub, Hadits Mudhtharib.[18]
b.Hadits Munkar
Hadits Munkar adalah Hadits
yang perawinya memiliki cacat dalam kadr sangat kelirunya atau nyata
kefasikannya. Para Ulama Hadits mendefinisikan Hadits Munkar yaitu:
§
Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang
perawi yang sangat kelirunya, atau sering kali lalai dan terlihat kefasikannya
secara nyata.
§
Hadits yng diriwayatkan oleh perawi yang dha’if
yang hadits tersebut berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang
tsiqat.[19]
Dengan demikian
Hadits yang diriwayatkan perawi yang dha’if tersebut bertentangan dengan apa
yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat. Persamaan antara hadits Munkar dan
Hadits Syadz adalah adanya persyaratan pertentangan (al-Mukhallafah) dengan
riwayat perawi yang lain.Perbedaannya adalah bahwa pada Hadist syadz
pertentangan itu adalah antara riwayat seorang perawi yang maqbul, yaitu yang
shahih atau Hasan , dengan riwyat yang lebih tinggi kualitas ke-Shahihan atau
ke-Hasanannya(awla), sementara pada Hadits Munkar ,petentangan terjadi antara
riwayat perawi dha’if dengan riwayat perawi yang maqbul.
c.Hadits Mu’allal
Hadits Mu’allal adalah Haidts
yang perawinya cacat karena al-wahm,yaitu banyaknya dugaan atau sangkaan yang
tidak mempunyai landasan yang kuat.
Para Ulama Hadits
mendifinisikan Hadits Mu’allal adalah Hadits yang apabila diteliti secara
cermat terdapat padanya ‘illat yang merusak ke-shahihan Hadits tersebut
meskipun tampak secara lahirnya tidak bercacat.[20]
Yang dimaksud dengan ‘illat
yaitu sebab yang terselubung dan tersembunyi yang merusak ke-shahihan
Hadits.Jadi ada dua unsur yang harus dipenuhi dalam suatu ‘illat
yaitu,al-ghummudh wa al-khfa’(sifat terselubung dan tersembunyi) dan al-qadh fi
shihhat al Hadits(merusak pada ke-Shahihan Hadits).[21]
Hadits Mu’allal kelompok Hadits dhaif pada pembagian
Hadits dhaif kelompok pertama, yaitu ditinjau dari segi terputusnya sanad
Hadits.[22]
d.Hadits Mudraj
Kata idraj berarti
memasukkan sesuatu yang lain dan menggabungkannya dengan yang lain itu.Maka
Hadits Mudraj adalah Hadits yang terdapat panya tambahan yang bukan bagian dari
Hadits tersebut.
Para
ulama Hadits membagi mudraj menjdi dua macam yaitu:
1.Mudraj al-Isnad
Mudraj al-Isnad adalah
Hadits yang bukan penuturan sanadnya.[23]
Bentuknya yaitu Bahwa seorang perawi sedang menyampaikan satu rangkian
sanad , maka tiba-tiba ketika itu terjadi satu peristiwa yang menyebabkan si
perawi tersebut mengucapkankalimat –kalimat yang lahir dari dirinya
sendiri.Sebagian yang mendengarnya menduga bahwa kalimt-kalimt itu adalh matan
dari sanadyang dibacakan oleh si perawi tadi, maka yang mendengar tadipun
kemudian meriwayatkan dari perawi tersebut sanad dan kalimat yang diduganya
sebaga matannya itu.
2.Mudraj al-Matan
Mudraj al
–Matan adalah :
a. Sesuatu
yang dimasukkan ke dalam matan suatu Hadits yang bukan bagian dari matan Hadits
tersebut, tanpa ada pemisahan dari mtan Hadits tersebut,tanpa ada pemisahan
diantaranya(yaitu antara matan Hadits degan Sesutu yang dimasukkan tadi).
b.Memasukkan sesuatu dari perkataa
para perawi Hadits ke dalam matan Hadits, sehingga diduga perkataan tersebut
merupakan bagian dari sabda Rasulullah SAW.
Mudraj al-Matan terbagi kepada tiga macam,yaitu Mudraj di awal
Hadits,Mudraj di pertengahan Hadits,dan Mudraj di akhir Hadits.[24]
Faktor yang mendorong para perawi di dalam melakukan idraj yaitu:
a)
Untuk menjelaskan (bayan) hukum syara’ yang terkandung
di dalam Hadits.
b)
Merumuskan (istinbth) hukum syara’ dari Hadits sebelum
sempurna penyampaian redaksi Hadits
c)Menjelaskn lafadz asing yang
terdapat di dalam matan Hadits.
Idraj dalam suatu Hadits dapat diketahui melaui hal-hal berikut:
1)
Dijumpai matan Hadits yang sama melalui periwayatan
yang lain yang memisahkan atara matan Hadits yang sebenarnya dengan perkataan
yang ditambahkan oleh perawi.
2)
Dinyatakan oleh ulama yang telah melakukan pengamatan
dan penelitian terhadap Hadits dimaksud.
3)
Pengakuan oleh perawi yang dilakukan idraj itu sendiri.
4)
Mustahilnya Rasul SAW mengatakan pernyataan yang
ditambahkan tersebut.[25]
e.
Hadits Maqlub
Hadits Maqlub adalah mengganti suatu
lafadz dengan lafadz yang lain pada sanad Hadits atau pada matannya dengan cara
mendhulukan atau mengemudiankannya.[26]
Maqlub terbagi menjadi
dua yaitu:
1.
Maqlub sanad, yaitu penggantian yang terjadi pada sanad
Hadits. Bentuknya ada dua, yaitu pertama, adakalanya dengan menjadikan nama
perawi dengan nama ayahnya atau sebaliknya. Kedua, mengganti nama
seorang perawi dengn perawi yang berada pada thabaqqat yang sama,
2.
Maqlub Matan , yaitu penggantian yang terjadi pada
matan Hadits. Bentuknya adalah dengan mendahulukan sebagian dari matan Hadits tersebut atas
sebagian yang lain,.
Hukum
Hadits Maqlub adalah dha’if dan karenanya tertolak serta tidak dapat
dijadikan dalil dalam beramaldan untuk merumuskan sesuatu hukum. Apabila pelaku
melakukan sengaja, maka hukumnya haram dan perbuatannya itu sama dengan pembuat
Hadits Madhu’(palsu). Namun jika dilakukan karena kelalaiannya, maka riwayatnya
tidak diterima dan jadilah dia seorang perawi cacat.
f. Hadits Mudhtharib
Kata mudhtharib bersal dari
kata al-idhthirad, yang berarti rusaknya susunan dan keteratura sesuatu.Dalam
istilah ilmu Hadits Mudhtharib adalah:
§
Hadits yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk
yang berlawanan yang masing-masing sama-sama kuat.[27]
§
Hadits yang terjadi perselisihan riwayat tentang
Hadits tersebut, sebagian perawi meriwayatkannya menurut satu cara dan yang
lainnya menurut cara yang pertama,sementara kedua cara tersebut adalah
sama-sama kuat.[28]
Suatu Hadits dapat disebut
Mudhtharib apabila terpenuhi dua syarat, yaitu:
1.
terjdinya perbedaan riwayat tentang suatu Hadits yang
perbedaan itu tidak dapt dikompromikan
2.
Masing-masing riwayat mempunyai kekuatan yang sama,
sehingga tidak mungkin dilakukan tarjih, terhadap salah satu dari riwayat yang
berbeda tersebut
Mudhtharib dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
- Mudhtharib al-Sanad
- Mudhtharib al-Matan
Al-idhthira dapat terjadi
dari seorang perawi , yaitu bahwa ia meriwayatkan suatu Hadits dengan beberapa
riwayat yang berbeda saling bertentangan dan dapat pula terjadi dari sejumlah
perawi yaitu bahwa masing-masing perawi tersebut meriwayatkan Hadits yang sama
dalam bentuk periwayatannya yang berbeda dan saling berlwanan antara yang satu dengan
yang lainnya.
Hukum Hadits mudhtharib
adalah dhaif, karena terdapat perbedaan dan pertentangan dalam periwayatan.Hal
ini merupakan indikasi bahwa perawinya tidak memiliki sifat dhabit adalah merupakan
syarat dari Hadits Shahih dan Hasan[29]
g. Hadits Mushahhaf
Secara etimologi kata
al-tashhif mengandung arti “kesalahan yang terjadi pada catatan atau pada
bacaan terhadap suatu catatan”, Sedangkan menurut terminologi adalah mengubah
kalimat yang terdapat pada suatu Hadits menjadi kalimat yang tidak dapat
diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat, baik secara lafadz maupun maknanya.[30]Atau
perubahan satu huruf atau beberapa huruf dengan perubahan titik, sementara
bentuk ulama Hadits menjelaskan perubahan yang tejadi yaitu: perubahan satu
tulsannya tetap.[31]
Hadits Mushahhaf dilihat
dari tempat terjadinya, terbagi menjdi dua, yaitu:
1. Tashhif pada sanad, yaitu perubahan yang ada pada pada sanad Hadits
2. Tashhif pada matan, yaitu perubahan yang terdapat pada matan Hadits
Sedangkan berdasarkan pada
sumbernya, tashhif di bagi menjadi dua yaitu:
1.Tashhif Bashar, yaitu keraguan
yang terjadi pad penglihatan si pembaca (perawi) atas tulisan, karena tidak ada
titiknya.
2.Tashhif al-Sama’, yaitu
perubahan yang terjadi karena rusaknya pendengaran sehingga terjadi keraguan
terhadap sebagian kata-kat yang mempunyai wazan sharaf (pertimbangan dari segi
ilmu Sharaf)nya satu.
Ibn Hajar membagi Tashhif ini menjadi dua yaitu:
a)
Al-Mushahhaf adalah perubahan yang terjadi pada Hadits
yang berkaitan dengan titik hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
b)
Al-muharraf
adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan baris
(harrakat) huruf-hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
Penyebab terjadinya
Mushahhaf atau Muharraf adalah karena mengambil Hadits semata-mata dari
ktab-kitab atau lembaran-lembaran tulisan yang ada, dan tidak mendengarkannya
secara langsung dari guru.Jadi sebagian para ulama Hadits memperingatkan para
muridnya agar tidak semata- mata mengutip Hadits dari catatan mereka.
h. Hadits Syadz
Secara etimologi ,kata
Syadz adalah isim fa’il dari kata syadzdza yang berarti “menyendiri dari
kebanyakan ”, sedagkan secara terminologi pengertian Syadz adalah Hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, namun bertentangan dengan riwayat perawi
yang lebih tsiqat atau lebih baik dari padanya.[32]
Jadi, Hadits syadz adalah
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu seorng yang adil dan
sempurna ke-dhabitannya, akan tetapi Hadits tersebut berlawanan dengan Hadits
yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebh adil dan lebih dhabit dari pada
perawi pertama tadi.Hadits yang berlawanan dengan Hadits syadz tersebut disebut
dengan Hadits Mahfuzh.
Hukum Hadits Syadz adalah
mardud, yaitu ditolak, sedangkan Hadits Mahfudz, yaitu sebagai lawan dari Syad
tersebut, hukumnya adalah maqbul, yaitu diterima.
- Kehujjahan Hadits Dha’if
Pada dasarnya berhujah dengan Hadits dha’if (Hadits mauqufdan maqthu’) itu tidak boleh, kecuali ada qarinah uang menjukkan /menjadikan shahih dan marfu’.
Kalau Hadits dha’if bukan maudhu’, maka ada dua pendapat, yaitu:
a.
Melarang secara mutlak
b.
Membolehkan
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
1.
Dha’if Disebabkan Keterputusan Sanad,
dibagi menjadi empat, yaitu:
a. muallaq, yaitu terputus di sanad pertama.
b. mursal, yaitu terputus di sanad terakhir.
c. mu’dhal, yaitu terputus di dua orang rawi/lebih berturut-turut.
d. munqathi’, yaitu terputus di dua orang rawi/lebih tidak berturut-turut.
a. muallaq, yaitu terputus di sanad pertama.
b. mursal, yaitu terputus di sanad terakhir.
c. mu’dhal, yaitu terputus di dua orang rawi/lebih berturut-turut.
d. munqathi’, yaitu terputus di dua orang rawi/lebih tidak berturut-turut.
2.
Dha’if Disebabkan
Cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi,
ada sepuluh, yaitu :
a. Hadits maudhu’, yaitu rawinya dusta.
b. Hadits matruk, yaitu rawinya tertuduh dusta.
c. Hadits munkar, yaitu rawinya fasik, banyak salah dan lengah dalam hafalan.
d. Hadits muallal, yaitu rawinya waham (banyak prasangka).
e. Hadits mudraj, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan menambah sisipan.
f. Hadits maqlub, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan memutarbalikkan.
g. Hadits mutharib, rawinya menyalahi orang kepercayaan /tsiqah dengan menukar-nukar rawi.
h. Hadits muharraf, yaitu rawinya menyalahi orang kepercayaan dengan merubah syakal huruf.
i. Hadits mushahhaf, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan perubahan tentang titik kata.
j Hadits mubham, yaitu rawinya jahalah(identitas tidak jelas).
k. Hadits martud, yaitu rawi penganut bid’ah.
l. Hadits syadz dan mukhtalib, yaitu rawinya tidak berturut-turut.]
a. Hadits maudhu’, yaitu rawinya dusta.
b. Hadits matruk, yaitu rawinya tertuduh dusta.
c. Hadits munkar, yaitu rawinya fasik, banyak salah dan lengah dalam hafalan.
d. Hadits muallal, yaitu rawinya waham (banyak prasangka).
e. Hadits mudraj, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan menambah sisipan.
f. Hadits maqlub, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan memutarbalikkan.
g. Hadits mutharib, rawinya menyalahi orang kepercayaan /tsiqah dengan menukar-nukar rawi.
h. Hadits muharraf, yaitu rawinya menyalahi orang kepercayaan dengan merubah syakal huruf.
i. Hadits mushahhaf, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan perubahan tentang titik kata.
j Hadits mubham, yaitu rawinya jahalah(identitas tidak jelas).
k. Hadits martud, yaitu rawi penganut bid’ah.
l. Hadits syadz dan mukhtalib, yaitu rawinya tidak berturut-turut.]
3.
Dha’if disebabkan
sifat matannya, dibagi menjadi dua, yaitu :
a Hadits mauquf, yaitu matan disandarkan sampai sahabat saja, dan sanad bersambung.
b. Hadits maqthu’, yaitu matan dari tabi’in serta dimauqufkan kepadanya, baik sanad bersambung/tidak.
a Hadits mauquf, yaitu matan disandarkan sampai sahabat saja, dan sanad bersambung.
b. Hadits maqthu’, yaitu matan dari tabi’in serta dimauqufkan kepadanya, baik sanad bersambung/tidak.
DAFTAR PUSTAKA
‘Ajad
al-Khatib,DR.Muhammad.1997.Ushul Al-Hadits.Jakarta.Gaya Media Pratama Yuslem,MA,DR.Nawir.1998.ULUMUL
HADITS.Jakarta.PT.Mutiara Sumber Widya
[1]
Ibid.h.337:Al-Tahhan,Taisir.h.62.
[2] Ibn
al-Shalah,’Ulum al-Hadits.h.37.
[3]
Al-Tahhan,Taisir.h.65.
[4]
Ibid.h.70.
[5] Ajaj
al-‘athib.Ushul al-Hadits.h.337.
[6] Lihat
Asy-Syafi’i.Al-Risalat.h.461.
[7]
Al-Tahhan.Taisir.h.73.
[8]
Al-Suyuthi.Tadrib al-Rawi.h.135-136.
[9] AlHakim
an-Naisaburi.Ma’rifat ‘Ulum al-Hadits.Ed.Al-Sayyid Mu’am Husain (Madinah
Al-Maktaba al-‘Ilmiyyah.1397/1977M).h.36.
[10]
Al-Tahhan.Taisir.h.76.
[11]
Al-Tahhan.Taisir.h.77.
[12]
Ibid.h.78.
[13]
Al-Suyut.Tadrib al-Rawi.h.148.
[14]
Al-tahhan.Taisir.h.81.
[15] ‘Ajaj
al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.342.
[16] Al-Tahhan.Taisir.h.87-88.
[17]
Ibid.h.93.
[18]
Ibid.h.94.lihat Al-Suyuthi,Tadrib al-Rawi.h.194.
[19]
Al-Thahhan.Taisir.h.94-95.
[20]
Ibid.h.98’Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.343.
[21]Al-Tahhan.Taisir.h.98-99.
[22] ‘Ajaj
al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.343-344.
[23]
Ibid.h.102-103
[24].‘Ajaj
al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.371.
[25] ‘Ajaj
al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.372;Al-Thahhan.Taisir.h.105.
[26]
Al-Thahhan.Taisir.h.106.
[27]
Al-Thahhan.Taisir.h.111.
[28] Ibn
al-Salah.’Ulum al-Hadits.h.84.
[29]
Al-Thahhan.Taisir.h.113; Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.345.
[30]
Al-Thahhan.Tasir.h.113.
[31] Ajaj
al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.374.
[32]
Ibid.h.116.