Kamis, 10 Desember 2015

HADITS DHOIF DAN MACAM-MACAMNYA




HADITS DHOIF DAN MACAM - MACAMNYA







BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang


      Dalam makalah ini membahas tentang bebagai macam pembagian Hadits Dhaif dan definisi-definisinya.Hadits Dhaif merupakan bagian dari klasifikasi pembagian Hadist berdasarkan kualitas sanan dan matan Hadist yang terbagi dalam Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif.
      Karena salah satu dari fungsi Hadits adalah sebagai penjelas dan penafsir ayat al-Qur’an yang bersifat umum, terutma yang menyangkut tat car pelaksanaan berbagai ibadah yang disyari’atkan di dalam islam,sehingga perlu untuk mengetahui Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan pelaksanaan ibadah,serta sebagai  sumber ajaran Islam ,yaitu Hadits yang maqbul (yang diterima), Hadits Shahih dan Hadits Hasan .Sedangkan Hadits yang mardud merupakan Hadits yang ditolak dan tidak sah penggunaannya sebagai dalil hukum atau ajaran Islam,dan banyak sekali jumlah dan maacamnya dari berbagai macam Hadits dhaif.


B. Perumusan Masalah

  1. Bagimanakah Hadist dhoif dan macam – macamnya?
  2. Bagaimana Dho’if disebabkan keterputusan Sanad dan macam- macamnya?
  3. Bagaimanakah Dhoif yang disebabkan cacat selain keterputusa Sanad dan macam – macamnya?
  4. Bagaimanakah kehujjahan Hadits Dho’if ?
 BAB II
HADITS DHO’IF


A. kreiteria dan Macam–macam Hadits Dhaif

      Hadits dhaif adalah Hadits Mardud,yaitu hadits yang di tolak atau tidak dapat dijadikan  hujjah atau dalil dalam menetapkan sesuatu hukum (tidak memenuhi suatu syarat-syarat bisa diterima,baik syarat shahih maupun hasan).
      Kata al-dha’if ,secara bahasa adalah lawan dari al-qawiy yang berarti “lemah“.pengertiannya  menurut istilah ulama hadits adalah :Hadits dha’if adalah setiap hadits yang tidak terhimpun padanya keseluruhan sifat qabul.
Atau,menurut sebagian besar ulama’ hadits adalah : Hadits dha’if adalah  hadits yang tidak menghimpun sifat shahih dan hasan [1]
Dan,dalam redaksi ibn al hasan di sebutkan :(Hadits Dha’if)adalah setiap hadits yang tidak terhimpun padanya sifat sifat hadits shahih dan tidak pula sifat –sifat hadits shahih dan tidak pula sifat sifat hadits hasan .[2]
Dari definisi di atas dapat di pahami bahwa kreteria hadits dhaif tersebut adalah :
1.      Terputusnya hubungan antara satu perawi dengan perawi lain di alam sanad hadis tersebut ,yang seharusnya bersambung .
2.      Terdapatnya cacat pada diri salah seorang perawi atau matan hadits tersebut .

      Kedhaifan hadis daif disebabkan oleh dua hal pokok yaitu
1.      Terputusnya sanad
2.      Terdapatnya cacat pada diri salah seorang perwi atau matannya .

B. Macam-macam hadis dhaif

Berdasarkan sebab sebab kedhaifan suatu hadits ,hadits dhaif terbagi kepada beberapa macam ,yaitu :
 1.  pembagian hadits dhaif di tinjau dari segi terputusnya sanad

 a. Hadits Muallaq
     Secara etimologi kata mu’allaq adalah isim maful dari kata ‘allaqa,yang berarti “menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga ia menjadi tergantung “.
      Menurut istilah ilmu hadts adalah : hadits yang di hapus dari awal sanad nya seorang perawi atu lebih secara berturut turut .[3]
Bentuk hadits mu’allaq antara lain :
1.  Bahwa Mukharrij Hadits langsung berkata :Rasul SAW bersabda “…”;
2.  Mukharrij Hadits menghapus seluruh sanadnya kecuali sahabat ,atau sahabat dan tabi’i..
Hukum hadist mu’allaq adalah mardud (tertolak),karena tidak terpenhi salah satu sarat qabul,yaitu persambungan sanad ,yang dalam hal ini adalah di hapuskannya satu orang perawi atau lebih dari sanadnya ,sementara keadaan perawi yang dihapuskan tersebut tidak diketahui .

b. Hadis mursal

Secara bahasa kata mursal adalah isim maful dari arsala ,yang berarti athlaqa,yaitu “melepaskan atau membaskan “dalam hal ini adalah melepaskan isnad dan tidak menghubungkannya debgan seorbg perawi yang di kenal.
     Menurut istilah ilmu hadis Hadits mursal adalah hadits yang gugur dari ahir sanadnya ,seorang perawi sesudah tabi’i.[4]atau hadits yang diangkatkan oleh tabi’i kepada rasulSAW dari perkataan atau perbuatan atau taqrir beliau ,baik tabi’i itu ,tabi’I  kecil ,atau tabi’i besar.[5]
       Bentuk hadts mursal tersebut adalah ,bahwa seorang tabi’i baik kecil atau besar ,mengatakan Rasullullah SAW berkata demikian ,”dan sebagainya ,sementara tabi’i tersebut jelas tidak bertemu debgan rasul SAW .jadi ,dalam hal ini tabi’i tersebut telah menghilangkan sahabat ,sebagai generasi perantara antara tabi’in dengan rasul SAW, di dalam sanad hadits tersebut.
Hukum hadits mursal yaitu Dho’if dan ditolak(mardud).Hal tersebut adalah karena kurangnya (hilangnya) salah satu syarat ke-Shahihan dan syarat diterimanya suatu Hadist,yaitu persambungan sanad.selain itu jga karena tidak dikenalnya(majhul)tentang keadaan perawi yang dihilangkan tersebut,sebab boleh jadi yang hilang itu adalah bukan sahabat.dengan adanya kemungkinan Hadits tersebut adlah dhoif.
Tentang status dan hukum berhujjah Hadits mursal,para Ulama ahli Hadits berbeda pendapat yaitu:
1.pendapat yang menyatakan hukum Hadits mursal adalah Dhoif dan Mardud.Ini adalah pendapat mayoritas Ulama’ Hadits ,Ulama Ushul fiqih, dan parafuqaha .Argumentasi mereka adalah karena tidak diketahui keaadaan perawi yang digugurkan tersebut adalah seorang tabi’i dan bukan sahabat.
2.Hukum adalah Shahih dan karena karenanya dapat dijadikan Hujjah .Inilah pendapat dari tiga Imam besar , yaitu Abu Hanif,Malik,dan Ahmad ibn Hanbal dari pendapatnya yang termasyur . Akan tetapi ,merek mensyaratkan bahwa perawi yang mengirsalkan tersebut adalah tsiqat tidak akan mengatakan “Rasulullah SAW bersabda ….”,kecuali ia telah mendengarkannya sendiri dari seorang yang tsiqat.
3.Pendapat ketiga adalah pendapat Imam Safi’i yang mengatkan bahwa Hadits Mursal dapat diterima ,tetapi dengan syarat,yaitu:
    1. Bahwa yang mengirsalkan adalah dari Tabi’in besar.
    2. Bila menyebutkan orang yang meng-Irsalkan itu, maka para ulama yang di irsalkan-nya itu, maka yang disebutkanny adalah orang tsiqat.
    3. Apabila ia beserta para ulama (huffaz) yang terpercaya , maka para ulama tersebut tidak berbeda pendapat dengannya .
    4. ketiga syarat diatas harus ditambah dengan salah satu hal berikut yaitu:
a)      Bahwa ia meriwayatkan Hadits tersebut melalui jalur lain secara musnad,
b)      atau meriwayatkan dari jalur yang lain secara mursal dan yang di-Irsalkannya adalah perawi yang menerima Hadits daripara perawi yang bukan perawi hadits musal yang pertama,
c)      Atau Hadits tersebut sesuai dengan perkataan Sahabat,
d)     Atau para Ulama banyak yang berfatwa dngan kandungan Hadits tersebut.[6]

Mursal Shahabi  adalah Hadits yang diriwayatkan oleh seorang sahabat dari perkataan atau perbuatan rasul SAW, sementara Sahabat yang bersangkutan masih kecil usiannya ketika itu, atau karena terlambat masuk Islam, atau karena sedang tidak ada di tempat. Diantara merek adalah Ibn Abbas dan Zubair, yang masih dalam usia  kecil ketika Rasulullah SAW hidup.[7]
Hukum Hadits Mursal Sahabi menurut jumhur Ulama adalah Shahih dan dapat dijadikan hujjah.Bahwa seorang Sahabat jarang meriwayatkan Hadits yang bersumber dari tabi’in ,dan apabila melakukannya tentu dia akan menjelaskan hal yang demikin .


c.Hadits Mu’dhal

         Secara etimologi , kata Mu’dhal adalah isim maf’ul dari kata a‘dhala yang berarti a’ya, yaitu :” menjdikan sesuatu menjadi problematik atau misterius”.Sedangkan menurut istilah, Hadits yang gugur dari Sanad-nya dua orang perawi atau lebih secara berturut-turut.[8]
         Menurut Imam al-Hakim al-Naisaburi , Mu’dhal dalam riwayat adalah bahwa terdapat antara seorang mursil (yaitu oramg yamg menggurkan rangkaian sanad Hadits sebelum rosul) kepada rasulullah SAW lebih dari satu orang.[9]
         Hukum Hadits Mu’dhal adalah Dha’if, bahkan keadaannya lebih buruk dari hadits mursal dan Hadits munqathi’, karena perawi yang gugur  di dalam sanadnya lebih banyak .
         Hadits Mu’dhal sebagian bentuknya sama bahkan bersatu dengan Hadits mu’allaq. Bila yang gugur itu dua orang perawi nya atau lebih dari pangkal sanadnya , maka dalam hal ini Hadits tersebut mu’dhal dan Mu’allaq sekaigus. Apabila yang yang gugur dua orang perawi secara berturut-turut di tengah-tengah Sanadnya, maka Hadits tersebut Mu’dhal saja.

d.Hadits Munqathi’

         Kata munqathi’ adalah isim fa’il dari al-inqitha’, yaitu lawan dari al-ittishal, yang berarti terputus . Menurut istilah , al-Munqathi’ adalah Hadits yang tidak bersambung Sanadnya ,dan keterputusannya Sanad tersebut bias terjadi di mana saja.[10]
         Dengan demikian ,termasuk ke dalam jenis Hadits Munqathi’ adalah Hadits Mursal, Mu’allaq, dan Mu’dhal. Ibn Hajar atsqalani  menggunakan istilah Munqathi’ hanya terhadap Hadits yang terputus sanadnya selain yang terjadi pada Hadits Mursal , Mu’alaq, dan Mu’dhal.Dengan demikian istilah Minqathi’ adalah umum dan meliputi setia Hadits yang teputus Sanadnya selain bentuk yang tiga diatas.Yaitu yang terputus Sanadnya tidak paa awalnya , akhirnya, atau tidak pada dua orang perawi secara berturut-turut.
         Para ulama Hadits sepakat menyatakan hukum Hadits Munqathi’ adalah Da’if, karena tidak diketahuinya perawi yang digugukan.[11]

e.Hadits Mudallas
         Kata mudallas adalah isim maf’ul dari tadlis ,yang  seara etimologi artinya “menyembunyikan cacatbarang yang dijual dari si pembeli.”Kata al-dalsu mengandung arti “gelap” atau “berbaur dengan gelap”.
         Sedangkan menurut ilmu Hadits ,Hadits Mudallas yaitu “menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkannya pada lahirnya seperti baik”[12]

         Mudallas terbagi menjadi dua yaitu:
1.Tadlis al-Isnad, yaitu Bahwa seorag perawi meriwayatkan Hadits dari seorang guru yang telah atau pernah mengajarkan beberapa Hadits kepadanya .Namun, Hadits yang di-tadlisnya itu tidak diperoleh dari gurunya tersebut ,tetapi dari guru yang lain yang kemudian guru itu digugurkannya (disembunyikannya).Perawi itu kemudian meriwayatkannya dari gurunya yang pertama dengan lafaz yang mengandung pengertian seolah-olah dia mendengarnya darinya,sehingga orang lain mnduga bahwa dia mendengar dri gurunya yang pertama di atas.
2.Hadits al-Syuyukh,yaitu: seorang perawi memberi nama, gelar, nisbah atau sifat kepada gurunya dengan sesuatu nama atau gelar yang tidak dikenal.[13]Atau seorang perawi meriwayatkan Hadits dari seseorang guru yang didengarnya langsung dari guru-guru tersebut menyebut nama guru itu,gelarnya, nasabnya,atau sifatnya yang tidak dikenal orang agar orang lain tidak mengenalnya.[14]

         Hukum Hadits Mudallas yaitu:
a. Tadlis al-Isnad adalah dicela oleh Ulam Hadits, bahkan diantara mereka ada yang menyatakan perbuatan tadlis itu adalah saudaranya perbuatan bohong.
b.Tadlis al-syuyukh, hukumnya lebih ringan dari yang pertama, karena tidak ada perawi yang digugurkan padanya.Akan tetapi, perbuatan tersebut tetap tercela, karena dapat mengacaukan pemahaman orang yang mendengar terhadap perawi Hadist dimaksud.

         Adapun mengenai hukum Haditsnya, terdapat tiga pendapat Ulama,yaitu:
1)      Perawi yang diketahui pernah melakukan , walaupun hanya sekali, maka dia adalah jarh(cacat), dan karena itu Haditsnya ditolak(mardud).
2)      Bagi mereka yang menerima Hadits Mursal, maka mereka juga menerima Hadits mudallas,Hadits sebab dalam pandanga mereka tadlis sama dengan irsal. Di antara yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah Ulama Zaidiyyah
3)      Apabila perawi yang pernah melakukan tadlis tersebut melakukan tadlis terhadap sanad dengan menggugurkan perawi yang dhoif secara sengaja dan ia mengetahui kedhoifan perawi yang digugurkan itu,maka perawi yang melakukan tadlis tersebut adalah jarh/cacat karena sengaja berdusta dank arena itu Haditsnya ditolak.[15]


2. Dho’if yang Disebabkan Cacat Selain Keterputusan Sanad
         Yang termasuk dengan cacat pada perawi adalah bahwa terdapat kekurangan atau cacat (jarh) pada diri perawi tersebut, baik dari segi keadilannya,agamanya atau dari segi ingatan,hafalannya,dan ketelitiannya.Penyebab terjadinya cacat pada seorang perawi yaitu:
a)      cacat yang berhubungan dengan keadilan seorang perawi yaitu : al-kadzib (pembohong / pendusta), al-tuhmah bi alkadzib (dituduh berbohong), fasik,berbuat bid’ah dan tidak diketahui keadaannya (al jahalah).
b)      cacat yang berhubungan dengan ingatan dan hafalan perawi adalah: fahsy al-ghalath (sangat keliru atau sangat dalam kesalahannya),su’al hifzh (buruk hafalannya), al-ghaflah (lalai), kasrat al-awham(banyak prasangka ), dan mukhallafat al-tsiqat(menyalahi perawi yang tsiqat).[16]

         Macam-macam Hadits Dha’if berdasarkan cacat yang dimiliki oleh perawinya yaitu:

a.Hadits Matruk
         Suatu Hadits yang perawinya mempunyai cact al-Tuhmah bi al-kadzib, tertuduh dusta , yaitu peringkat kedua terburuk setelah al-kadzib, pembohong atau pendusta,disebut hadits Matruk.
         Dalam istilah Hadits Matruk adalah Hadits yang terdapat pada sanadnya perawi yang tertuduh dusta.[17]
Pada umumnya seorang yang perawi yang tertuduh dusta adalah karena dia dikenal berbohong dalam pembicaraanya sehari-hari, namun bukan secara nyata kebohongan tersebut ditunjukkan terhadap Hadits Nabi SAW ,atau Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh dia sendirian sementara keadaannya menyalahi kaidah-kaidah umum.
         Hukum Hadits Matruk adalah Hadits dha’if yang paling buruk keadaannya sesudah Hadist Maudhu’.Ibn Hajar menyatakan bahwa Hadits dhoif yang paling buruk keadaannya adalah Hadits mawdhu’, dan setelah itu Hadits Matruk,kemudian Hadits Munkar, Hadits mu’allal, Hdits Mudrj, Hadits Maqlub, Hadits Mudhtharib.[18]

b.Hadits Munkar
         Hadits Munkar adalah Hadits yang perawinya memiliki cacat dalam kadr sangat kelirunya atau nyata kefasikannya. Para Ulama Hadits mendefinisikan Hadits Munkar yaitu:
§  Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat kelirunya, atau sering kali lalai dan terlihat kefasikannya secara nyata.
§  Hadits yng diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang hadits tersebut berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat.[19]
         Dengan demikian Hadits yang diriwayatkan perawi yang dha’if tersebut bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat. Persamaan antara hadits Munkar dan Hadits Syadz adalah adanya persyaratan pertentangan (al-Mukhallafah) dengan riwayat perawi yang lain.Perbedaannya adalah bahwa pada Hadist syadz pertentangan itu adalah antara riwayat seorang perawi yang maqbul, yaitu yang shahih atau Hasan , dengan riwyat yang lebih tinggi kualitas ke-Shahihan atau ke-Hasanannya(awla), sementara pada Hadits Munkar ,petentangan terjadi antara riwayat perawi dha’if dengan riwayat perawi yang maqbul.

c.Hadits Mu’allal
         Hadits Mu’allal adalah Haidts yang perawinya cacat karena al-wahm,yaitu banyaknya dugaan atau sangkaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat.
         Para Ulama Hadits mendifinisikan Hadits Mu’allal adalah Hadits yang apabila diteliti secara cermat terdapat padanya ‘illat yang merusak ke-shahihan Hadits tersebut meskipun tampak secara lahirnya tidak bercacat.[20]
         Yang dimaksud dengan ‘illat yaitu sebab yang terselubung dan tersembunyi yang merusak ke-shahihan Hadits.Jadi ada dua unsur yang harus dipenuhi dalam suatu ‘illat yaitu,al-ghummudh wa al-khfa’(sifat terselubung dan tersembunyi) dan al-qadh fi shihhat al Hadits(merusak pada ke-Shahihan Hadits).[21]
Hadits Mu’allal kelompok Hadits dhaif pada pembagian Hadits dhaif kelompok pertama, yaitu ditinjau dari segi terputusnya sanad Hadits.[22]

d.Hadits Mudraj
         Kata idraj berarti memasukkan sesuatu yang lain dan menggabungkannya dengan yang lain itu.Maka Hadits Mudraj adalah Hadits yang terdapat panya tambahan yang bukan bagian dari Hadits tersebut.
         Para ulama Hadits membagi mudraj menjdi dua macam yaitu:
1.Mudraj al-Isnad
         Mudraj al-Isnad adalah Hadits yang bukan penuturan sanadnya.[23]
Bentuknya yaitu Bahwa seorang perawi sedang menyampaikan satu rangkian sanad , maka tiba-tiba ketika itu terjadi satu peristiwa yang menyebabkan si perawi tersebut mengucapkankalimat –kalimat yang lahir dari dirinya sendiri.Sebagian yang mendengarnya menduga bahwa kalimt-kalimt itu adalh matan dari sanadyang dibacakan oleh si perawi tadi, maka yang mendengar tadipun kemudian meriwayatkan dari perawi tersebut sanad dan kalimat yang diduganya sebaga matannya itu.
2.Mudraj al-Matan

   Mudraj al –Matan adalah :
a. Sesuatu yang dimasukkan ke dalam matan suatu Hadits yang bukan bagian dari matan Hadits tersebut, tanpa ada pemisahan dari mtan Hadits tersebut,tanpa ada pemisahan diantaranya(yaitu antara matan Hadits degan Sesutu yang dimasukkan tadi).
b.Memasukkan sesuatu dari perkataa para perawi Hadits ke dalam matan Hadits, sehingga diduga perkataan tersebut merupakan bagian dari sabda Rasulullah SAW.
Mudraj al-Matan terbagi kepada tiga macam,yaitu Mudraj di awal Hadits,Mudraj di pertengahan Hadits,dan Mudraj di akhir Hadits.[24]
           
Faktor yang mendorong para perawi di dalam melakukan idraj yaitu:
a)      Untuk menjelaskan (bayan) hukum syara’ yang terkandung di dalam Hadits.
b)      Merumuskan (istinbth) hukum syara’ dari Hadits sebelum sempurna penyampaian redaksi Hadits
c)Menjelaskn lafadz asing yang terdapat di dalam matan Hadits.

Idraj dalam suatu Hadits dapat diketahui melaui hal-hal berikut:
1)      Dijumpai matan Hadits yang sama melalui periwayatan yang lain yang memisahkan atara matan Hadits yang sebenarnya dengan perkataan yang ditambahkan oleh perawi.
2)      Dinyatakan oleh ulama yang telah melakukan pengamatan dan penelitian terhadap Hadits dimaksud.
3)      Pengakuan oleh perawi yang dilakukan idraj itu sendiri.
4)      Mustahilnya Rasul SAW mengatakan pernyataan yang ditambahkan tersebut.[25]

            e. Hadits Maqlub
         Hadits Maqlub adalah mengganti suatu lafadz dengan lafadz yang lain pada sanad Hadits atau pada matannya dengan cara mendhulukan atau mengemudiankannya.[26]
            Maqlub terbagi menjadi dua yaitu:
1.      Maqlub sanad, yaitu penggantian yang terjadi pada sanad Hadits. Bentuknya ada dua, yaitu pertama, adakalanya dengan menjadikan nama perawi dengan nama ayahnya atau sebaliknya. Kedua, mengganti nama seorang perawi dengn perawi yang berada pada thabaqqat yang sama,
2.      Maqlub Matan , yaitu penggantian yang terjadi pada matan Hadits. Bentuknya adalah dengan mendahulukan  sebagian dari matan Hadits tersebut atas sebagian yang lain,.

         Hukum Hadits Maqlub adalah dha’if dan karenanya tertolak serta tidak dapat dijadikan dalil dalam beramaldan untuk merumuskan sesuatu hukum. Apabila pelaku melakukan sengaja, maka hukumnya haram dan perbuatannya itu sama dengan pembuat Hadits Madhu’(palsu). Namun jika dilakukan karena kelalaiannya, maka riwayatnya tidak diterima dan jadilah dia seorang perawi cacat.

f. Hadits Mudhtharib
         Kata mudhtharib bersal dari kata al-idhthirad, yang berarti rusaknya susunan dan keteratura sesuatu.Dalam istilah ilmu Hadits Mudhtharib adalah:
§  Hadits yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk yang berlawanan yang masing-masing sama-sama kuat.[27]
§  Hadits yang terjadi perselisihan riwayat tentang Hadits tersebut, sebagian perawi meriwayatkannya menurut satu cara dan yang lainnya menurut cara yang pertama,sementara kedua cara tersebut adalah sama-sama kuat.[28]
         Suatu Hadits dapat disebut Mudhtharib apabila terpenuhi dua syarat, yaitu:
1.      terjdinya perbedaan riwayat tentang suatu Hadits yang perbedaan itu tidak dapt dikompromikan
2.      Masing-masing riwayat mempunyai kekuatan yang sama, sehingga tidak mungkin dilakukan tarjih, terhadap salah satu dari riwayat yang berbeda tersebut
         Mudhtharib dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Mudhtharib al-Sanad
- Mudhtharib al-Matan
         Al-idhthira dapat terjadi dari seorang perawi , yaitu bahwa ia meriwayatkan suatu Hadits dengan beberapa riwayat yang berbeda saling bertentangan dan dapat pula terjadi dari sejumlah perawi yaitu bahwa masing-masing perawi tersebut meriwayatkan Hadits yang sama dalam bentuk periwayatannya yang berbeda dan saling berlwanan antara yang satu dengan yang lainnya.
         Hukum Hadits mudhtharib adalah dhaif, karena terdapat perbedaan dan pertentangan dalam periwayatan.Hal ini merupakan indikasi bahwa perawinya tidak memiliki sifat dhabit adalah merupakan syarat dari Hadits Shahih dan Hasan[29]

g. Hadits Mushahhaf
         Secara etimologi kata al-tashhif mengandung arti “kesalahan yang terjadi pada catatan atau pada bacaan terhadap suatu catatan”, Sedangkan menurut terminologi adalah mengubah kalimat yang terdapat pada suatu Hadits menjadi kalimat yang tidak dapat diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat, baik secara lafadz maupun maknanya.[30]Atau perubahan satu huruf atau beberapa huruf dengan perubahan titik, sementara bentuk ulama Hadits menjelaskan perubahan yang tejadi yaitu: perubahan satu tulsannya tetap.[31]
         Hadits Mushahhaf dilihat dari tempat terjadinya, terbagi menjdi dua, yaitu:
1. Tashhif pada sanad, yaitu perubahan yang ada pada pada sanad Hadits
2. Tashhif pada matan, yaitu perubahan yang terdapat pada matan Hadits
         Sedangkan berdasarkan pada sumbernya, tashhif di bagi menjadi dua yaitu:
1.Tashhif Bashar, yaitu keraguan yang terjadi pad penglihatan si pembaca (perawi) atas tulisan, karena tidak ada titiknya.
2.Tashhif al-Sama’, yaitu perubahan yang terjadi karena rusaknya pendengaran sehingga terjadi keraguan terhadap sebagian kata-kat yang mempunyai wazan sharaf (pertimbangan dari segi ilmu Sharaf)nya satu.
Ibn Hajar membagi Tashhif ini menjadi dua yaitu:
a)      Al-Mushahhaf adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan titik hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
b)      Al-muharraf  adalah perubahan yang terjadi pada Hadits yang berkaitan dengan baris (harrakat) huruf-hurufnya,sedangkan bentuk tulisannya tetap.
         Penyebab terjadinya Mushahhaf atau Muharraf adalah karena mengambil Hadits semata-mata dari ktab-kitab atau lembaran-lembaran tulisan yang ada, dan tidak mendengarkannya secara langsung dari guru.Jadi sebagian para ulama Hadits memperingatkan para muridnya agar tidak semata- mata mengutip Hadits dari catatan mereka.

h. Hadits Syadz
         Secara etimologi ,kata Syadz adalah isim fa’il dari kata syadzdza yang berarti “menyendiri dari kebanyakan ”, sedagkan secara terminologi pengertian Syadz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, namun bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih tsiqat atau lebih baik dari padanya.[32]
         Jadi, Hadits syadz adalah Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu seorng yang adil dan sempurna ke-dhabitannya, akan tetapi Hadits tersebut berlawanan dengan Hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebh adil dan lebih dhabit dari pada perawi pertama tadi.Hadits yang berlawanan dengan Hadits syadz tersebut disebut dengan Hadits Mahfuzh.
         Hukum Hadits Syadz adalah mardud, yaitu ditolak, sedangkan Hadits Mahfudz, yaitu sebagai lawan dari Syad tersebut, hukumnya adalah maqbul, yaitu diterima.
           

  1. Kehujjahan Hadits Dha’if
    Pada dasarnya berhujah dengan Hadits dha’if (Hadits mauqufdan maqthu’) itu tidak boleh, kecuali ada qarinah uang menjukkan /menjadikan shahih dan marfu’.
    Kalau Hadits dha’if bukan maudhu’, maka ada dua pendapat, yaitu:
a.      Melarang secara mutlak
b.      Membolehkan
 BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

1.      Dha’if Disebabkan Keterputusan Sanad, dibagi menjadi empat, yaitu:
a. muallaq, yaitu terputus di sanad pertama.
b. mursal, yaitu terputus di sanad terakhir.
c. mu’dhal, yaitu terputus di dua orang rawi/lebih berturut-turut.
d. munqathi’, yaitu terputus di dua orang rawi/lebih tidak berturut-turut.
2.      Dha’if Disebabkan Cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi, ada sepuluh, yaitu :
a. Hadits maudhu’, yaitu rawinya dusta.
b. Hadits matruk, yaitu rawinya tertuduh dusta.
c. Hadits munkar, yaitu rawinya fasik, banyak salah dan lengah dalam hafalan.
d. Hadits muallal, yaitu rawinya waham (banyak prasangka).
e. Hadits mudraj, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan menambah sisipan.
f. Hadits maqlub, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan memutarbalikkan.
g. Hadits mutharib, rawinya menyalahi orang kepercayaan /tsiqah dengan      menukar-nukar rawi.
h. Hadits muharraf, yaitu rawinya menyalahi orang kepercayaan dengan merubah syakal huruf.
i. Hadits mushahhaf, rawinya menyalahi orang kepercayaan dan perubahan tentang titik kata.
j Hadits mubham, yaitu rawinya jahalah(identitas tidak jelas).
k. Hadits martud, yaitu rawi penganut bid’ah.
l. Hadits syadz dan mukhtalib, yaitu rawinya tidak berturut-turut.]
3.      Dha’if disebabkan sifat matannya, dibagi menjadi dua, yaitu :
a Hadits mauquf, yaitu matan disandarkan sampai sahabat saja, dan sanad bersambung.
b. Hadits maqthu’, yaitu matan dari tabi’in serta dimauqufkan kepadanya, baik sanad bersambung/tidak.

DAFTAR PUSTAKA



‘Ajad al-Khatib,DR.Muhammad.1997.Ushul Al-Hadits.Jakarta.Gaya Media Pratama Yuslem,MA,DR.Nawir.1998.ULUMUL HADITS.Jakarta.PT.Mutiara Sumber Widya































[1] Ibid.h.337:Al-Tahhan,Taisir.h.62.
[2] Ibn al-Shalah,’Ulum al-Hadits.h.37.
[3] Al-Tahhan,Taisir.h.65.
[4] Ibid.h.70.
[5] Ajaj al-‘athib.Ushul al-Hadits.h.337.
[6] Lihat Asy-Syafi’i.Al-Risalat.h.461.
[7] Al-Tahhan.Taisir.h.73.
[8] Al-Suyuthi.Tadrib al-Rawi.h.135-136.
[9] AlHakim an-Naisaburi.Ma’rifat ‘Ulum al-Hadits.Ed.Al-Sayyid Mu’am Husain (Madinah Al-Maktaba al-‘Ilmiyyah.1397/1977M).h.36.
[10] Al-Tahhan.Taisir.h.76.
[11] Al-Tahhan.Taisir.h.77.
[12] Ibid.h.78.
[13] Al-Suyut.Tadrib al-Rawi.h.148.
[14] Al-tahhan.Taisir.h.81.
[15] ‘Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.342.
[16] Al-Tahhan.Taisir.h.87-88.
[17] Ibid.h.93.
[18] Ibid.h.94.lihat Al-Suyuthi,Tadrib al-Rawi.h.194.
[19] Al-Thahhan.Taisir.h.94-95.
[20] Ibid.h.98’Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.343.
[21]Al-Tahhan.Taisir.h.98-99.
[22] ‘Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.343-344.
[23] Ibid.h.102-103
[24].‘Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.371.
[25] ‘Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.372;Al-Thahhan.Taisir.h.105.
[26] Al-Thahhan.Taisir.h.106.
[27] Al-Thahhan.Taisir.h.111.
[28] Ibn al-Salah.’Ulum al-Hadits.h.84.
[29] Al-Thahhan.Taisir.h.113; Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.345.
[30] Al-Thahhan.Tasir.h.113.
[31] Ajaj al-Khatib.Ushul al-Hadits.h.374.
[32] Ibid.h.116.