Rabu, 09 Desember 2015

HAKEKAT FITRAH MANUSIA



MAKALAH
HAKEKAT FITRAH MANUSIA

Disusun guna memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Drs. M. Rodhi ,m.Ag



 








Disusun Oleh :

Kelompok 3

1.SITI SHOLEKAH ( 1091046 )
2.ULIN NADIROH ( 10910505 )
3.FITRI (109104…)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(SETIA)
WALI SEMBILAN SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2010



BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Allah kepercayaan yang besar kepada manusia utuk menjadi khlifah dibumi. Dan manusia diberi kesempurnaan diantara makhluk-makhluk lainnya.Diciptakan pula akal pikiran yang mampu membedakan antara sesuatu hal yang baik dan sesuatu hal yang buruk.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini. Oleh karenanya manusia dijadikan khalifah Tuhan di bumi karena manusia mempunyai kecenderungan dengan Tuhan.
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia selalu menarik dan karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam arti tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai, selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia.
Menurut al Qur’an manusia menempati kehidupan yang istimewa dalam semesta ini.Dia adalah kholifah (pemimpin) dimuka bumi.Sebagai mana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 30 yang artinya sebagai berikut :
“ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat :Aku akan ciptakan kholifah diatas bumi”.
Allah kepercayaan yang besar kepada manusia utuk menjadi khlifah dibumi. Dan manusia diberi kesempurnaan diantara makhluk-makhluk lainnya.Diciptakan pula akal pikiran yang mampu membedakan antara sesuatu hal yang baik dan sesuatu hal yang buruk.

  1. Permasalahan


1.Bagaimanakah hakekat fitrah manusia sebagai makhluk sempurna ?
2.Bagaimanakah hakekat fitrah manusia sebagai makhluk.mulia ?
3.Bagaimanakah hakekat fitrah manusia sebagai makhluk berakal

BAB II 
 FITRAH MANUSIA

  1.  Hakekat Manusia
   Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum 20, Ali Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah, dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi.
Akan tetapi ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama. Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti bahwa semua unsure kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu seperti pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena tidak semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tetapi sebagian saja. Oleh karena itu bahan-bahan pembentuk manusia yang disebut dalam al-Quran hanya merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, menthe, dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet. Manusia adalah mahluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain); Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22, al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa , Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah ( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain sebagainya. Hal itu semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat mengendalikan kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan aqal dan qolb, kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif. Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah. Kemampuan seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif tersebut ( karena tidak mungkin dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menyerap dan membudayakan wahyu.
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan sebagian besar manusia. Dalam hal ini membuat kita para manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia. Konsep manusia adalah konsep sentral bagi setiap disiplin ilmu sosial kemanusiaan yang menjadikan manusia sebagai obyek formal dan meterialnya. Agar memahami manusia sesuai dengan kodratnya diciptakan semestinya kita bertanya kepada Sang Pencipta manusia yaitu Allah SWT, caranya dengan menafsirkan wahyu-wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui kitab suci Al Quran.
Gambaran manusia menurut Al-quran adalah sebagai berikut:
  1. Menggunakan kata yang terdiuri dari huruf alif, nun dan sin, semacam kata insan, ins, nas atau unas.
  2. Menggunakan kata basyar.
  3. Menggunakan kata Bani Adam, atau Zuriyat Adam.
Jalaludin Rakhmat menulis sebuah artikel dengan judul “konsep –konsep antropologis ”,mengatakan bahwa dalam al Qur’an terdapat tiga istilah kunci yang mengacu pada makna pokok manusia : basyar, insan, dan al-nas.
   Basyar dalam alQur’an memberikan referensi pada manusia sebagai makhluk biologis.[1]
konsep basyar dihubungkan dengan sifat-sifat biologis manusia .Dari segi inilah kita dapat percaya kepada ‘Absdul al –Jalil ‘Isa yang cenderung berpendapat bahwa nabi Saw melakukan ijtihad sebagaimana sahabat melakukannya.
Kata basyar terambil dari kata yang pada mulanya berarti “menampakkan sesuatu dengan baik dan indah”, dari kata yang sama lahir kata basyarah yag berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena memiliki kulit yang jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain. Proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Sebagaimana dijelaskan dalam firmannya :
“Dan diantara tanda-tanda kekuaaan-Nya, Allah menciptakan kamu dari tanah, dan ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran” (Q.S. Ar Rum ayat 20).

Kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, dan tampak. Kata insan digunakan Al Quran untuk menunjukkan kepada manusia dengan segala totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang unik, yang berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan fisik, mental dan kecerdasan.
Kata insan, dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori :
  • Pertama insan dihubungkan dengan konsep manusia sebagai kholifah atau pemikul amanah
  • kedua, insan dihubungkan dengan presdisposisi negatif manusia,dan ketiga insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.   Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan Allah Swt.
Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi maka jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang dikehendaki Allah pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara kalimat kun fayakun dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud dan terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena segala sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika diperhatikan surat Ali Imran 59 dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti proses penciptaan Isa seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabila isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari sesuatu yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti kemudian, dapat juga berarti suatu proses.
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak, diciptakan langsung atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya karena masing-masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa diperpanjang, jangan-jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi memikirkan tentang status dn tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimia, biologi, dan lain-lainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara harfiah. Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan menjadi khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah.
Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu dipercaya untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni khalifaur rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.
Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa Adam bukanlah manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata yang dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada sesuatu yang bukan baru,dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini konsisten dengan ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di bumi mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut memberi pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk dan jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah darah. Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan hanya Allah.
Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.
Oleh karena al-Quran tidak bicara tentang manusia pertama. Biarkanlah para saintis berbicara tentang asal-usul manusia dengan usaha pembuktian yang berdasarkan penemuan fosil. Semua itu bersifat sekedar pengayaan saint untuk menambah wawasan pendekatan diri pada Allah. Hasil pembuktian para saintis hanya bersifat relatif dan pada suatu saat dapat disanggah kembali, jika ada penemuan baru. Misalnya, mungkinkah penemuan baru itu dilakukan oleh ulama islam?.

2. Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lain
Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut, maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia. Mengenai kelebihan manusia atas makhluk lain dijelaskan surat al-Isra’ ayat 70.
Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainny.
Jika manusia hidup dengan ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 )                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       
3. Produksi dan Reproduksi Manusia
Manusia sebagai mahluk Tuhan yang menyandang gelar wakil Allah di bumi melebihi kemampuan mahluk lainnya.Al Quran menjelaskan manusia tercipta dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, kemudian Tuhan menghembuskan ruh ciptannya .[2]
Oleh karena asal muasalnya dari tanah, maka manusia juga dipengaruhi oleh kekuatan alam, sehingga manusia memerlukan makan dan minum, berhubungan seks dan lain-lainnya. Dan dengan “Ruh” dia diantar kea rah tujuan non materi yang tak berbobot dan bersubstansi, yang tak bisa diukur atu bahkan dikenal oleh alam material. Al Quran tidak memandang manusia yang tercipta secara kebetulan atau tercipta dari kumpulan atom, tapi ia diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban satu tugas.“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi” (Q.S. 2:30). Ia dibekali Tuhan dengan potensi dan kekuatan positip untuk mengubah corak kehidupan kea rah lebih baik (Q.S. 13:11), serta ditundukkan dan dimudahkan kepadanya alam raya untuk dikelola dan dimanfaatkan (QS.45:12-13), ditetapkan arah yang harus ia tuju. (Q.S. 51:56), dianugerahkan kepadanya petunjuk untuk menjadi pelita dalam perjalanan ini (QS. 2:38). Al Quran menguraikan produksi dan reproduksi manusia ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama, Al Quran menunjukkan kepada Sang Pencipta dengan menggunakan penggantian nama tunggal. Sesuai firman Allah SWT :
“Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya yaitu sepasang manusia yang berbeda kelamin (Baca: Ibu dan Bapak). Keterlibatan Ibu dan Bapak mempunyai bentuk pengaruh pada bentuk fisik dan psikis manusia.

4. Potensi Manusia Dalam Al Quran
Potensi manusia sebagaimana telah diceritakan dalam Al Quran melalui kisah Adam dan Hawa (QS. 2: 30-39) bahwa sebelum kejadian Adam, Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab ke khalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab ke khalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut Allah memberi akal dan rohani. Dengan akal dan rohani tersebut Allah memberi beberpa potensi kepada manusia, diantaranya :

1.      Potensi untuk mengetahui nama benda dan fungsi benda –benda alam.
2.      Pengalam hidup di surga, baik yang berhybungan dengan nikmat, maupun akibat buruknya rayuan iblis.
3.      Petunjuk-petunjuk agama.
Potensi-potensi tersebut yang diberikan Tuhan, sehingga manusia berbeda dengan mahluk lainnya. Selain unsur tanah dan ruh di dalam tubuh manusia sebenarnya ada juga unsure-unsur lainnya yang mendukung potensi-potensi tersebut, diantaranya adalah unsur Fitrah, Nafs, Qalb dan Ruh.Unsur-unsur tersebut biasanya disebut unsur immaterial.
a)      Fitrah
Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan oleh Allah pada setiap mahluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta Ruhnya)”.
b)      Nafs
Al Quran menegaskan bahwa Nafs dapat berpotensi positip dan negatip. Pada hakikatnya potensi positip manusia lebih kuat dari potensi negatipnya, hanya saja daya tarik keburukannya lebih kuat daripada daya tari kebaikannya. Al quran juga mengisyarakatkan keanekaragaman nafs besrta peringkatnya, secara eksplisit yang terdiri nari Nafs Ammarah, Nafs Alawamah dan Nafs Muthmainah.
c)      Qalb
Kata Qalb bermakna “membalik”. Karena sering berbolak balik, terkadang senang terkadang susah, kadangkala setuju, kadang kala menolak. Qalb amat berpotensi untuk tidak konsisten. Alquran pun menggambarkan demikian ada yang baik dan ada pula yang tidak.
Kalbu adalah wajah pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan. Dengan demikian dapat dipahami pula, mengapa kalbu dituntut untuk dipertanggungjawabkan.
“Allah menuntut tanggung jawab kamu menyangkut apa yang dilakukan kalbumu” (QS. 2:225).
d)     Ruh
Memaknai ruh, al Quran membicarakannya beraneka ragam, sehingga sulit untuk menetapkan makna dan substansinya.
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah bahwa ruh itu urusanku, kamu tidak diberikan ilmu melainkan sedikit”. (Q.S. 17:85).
Sabda Nabi Muhammad SAW :”Ruh-ruh adalah himpunan yang terorganisa yang saling mengenal akan bergabung dan yang tidak saling mengenal akan saling berselisih”. Dari sabda Rosul dapat ditarik kesimpulan isyarat, bahwa manusia mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda dan setiap kecenderungan jiwanya akan bergabung dengan sesamanya.
e)      Akal
Kata akal berasal dari Aql, kata benda ini justru tidak ditemukan di dalam alQuran tetapi kata ini ditemukan dalam kata kerja. Dari segi bahasa kata aql artinya tali pengikat atau penghalang.
Kata Aql mengandung arti sebagai :
1.      Dorongan untuk memahami dan menggambarkan sesuatu
2.      Dorongan moral
3.      Daya untuk mengambil pelajaran dari kesimpulan serta hikmah.


5. Ciri-ciri Manusia Dalam Pandangan Al Quran
Adalah benar bahwa manusia bukanlah suatu entitas yang homogen tetapi kebalikannya yaitu heterogen.
Berdasarkan Al Quran manusia memiliki potensi–potensi yang meliputi :

a)      Manusia mempunyai raga dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Dengan bentuk yang paling baik itu diharapkan menjadi bersyukur kepada Allah (QS. An Nahl: 78)
b)      Manusia itu sebaik-baiknya dari segi fitrah. Dia tidak mewariskan dosa dari asal-usulnya. Ciri utama fitrah adalah menerima Allah sebagai Tuhan.
c)      Ruh. Al Quran secara tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia bergantung pada wujud ruh dan wujud badan.
d)     Kebebasan, kemauan atau kebebasan kehendak, yaitu kebebasan untuk memilih tingkah laku sendiri kebaikan atau keburukan.
e)      Akal. Akal dalam pengertian Islam, bukan otak tetapi daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam mempunyai ijatan pada tiga unsur yakni pikiran, perasaan dan kemauan (cipta, rasa dan karsa).
f)       Nafs. Nafs atau nafsu seringkali dikaitkan dengan gejolak atau dorongan yang terdapat dalam diri manusia. Apabila dorongan itu berkuasa dan manusia tidak mengendalikannya, maka manusia akan tersesat. Kesesatan tersebut karena manusia yang dikuasai nafsunya itu tidak menggunakan hati dan indera (mata dan telinga yang dimilikinya). [3]  
1) Mencari kesempurnaan
Jika kita amati berbagai motif yang ada dalam jiwa dan kecenderungan-kecenderungannya kita akan menemukan bahwa kebanyakan motif utama tersebut adalah keinginan meraih kesempurnaan.3) Kita tidak akan menemukan seorangpun yang menyukai kekurangan pada dirinya. Manusia senantiasa berusaha sekeras mungkin untuk menghilangkan berbagai cela dan cacat dirinya samapi ia mendapat kesempurnaan yang diinginkan. Sebelum menghilangkan segala kekurangannya itu ia berusaha sedapat mungkin untuk menutupinya dari pandangan orang lain.
Apabila motif ini berjalan sesuai dengan nalurinya yang sehat, ia akan meningkatkan kesempurnaannya, baik yang bersifat materi maupun spiritual. Namun, bila motif ini menyimpang dari jalannya yang normal – lantaran faktor-faktor dan kondisi tertentu- justru akan melahirkan sifat-sifat yang buruk seperti congkak, sombong, riya dan lain-lain.[4] Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa ingin sempurna merupakan faktor yang kuat di dalam jiwa setiap manusia.
Akan tetapi, biasanya factor ini terefleksikan dalam sikap nyata yang dapat menarik perhatian. Kalau saja direnungkan sejenak, kita akan dapat mengetahui bahwa sesungguhnya dasar dan sumber berbagai sikap lahiriah itu adalah cinta kepada kesempurnaan.

2) Akal sebagai kesempurnaan Manusia
Sesungguhnya proses kesempurnaan dan kesempurnaan pada tumbuhan itu bersifat niscaya dan terpaksa karena tunduk dan terpenuhinya faktor dan kondisi luar diri mereka. Sebuah pohon tidak tumbuh dengan kehendaknya sendiri, ia tidak menghasilkan buah-buahan sesuai kehendaknya, karena tumbuhan tidak memiliki perasaan dan kehendak. Berbeda dengan binatang; ia memiliki kehendak dan ikhtiar itu timbul dari nalurinya semata, dimana proses dan aktivitasnya terbatas hanya pada terpenuhi kebutuhan-kebutuhan alamiah dan atas dasar perasaan yang sempit dan terbatas pada kadar indra hewaninya saja. Adapun manusia, disamping memiliki segala kelebihan yang dimiliki tumbuhan dan hewan, iapun memiliki dua keistimewaan lainnya yang bersifat ruhani. Dari satu sisi, keinginan fitrahnya tidak dibatasi oleh kebutuhan-kebutuhan alami dan material, dan dari sisi lain ia memiliki akal yang dapat memperluas pengetahuannya sampai pada dimensi-dimensi yang tak terbatas.
Sebagaimana kesempurnaan yang dimiliki oleh tumbuhan itu bisa berkembang dengan perantara potensinya yang khas, juga kesempurnaan yang dimiliki oleh binatang itu dapat dicapai dengan kehendaknya yang muncul dari naluri dan pengetahuannya yang bersifat inderawi, demikian pula dengan manusia. Kesempurnaan khas manusia pada hakikatnya terletak pada ruh yang dapat dicapai melalui kehendaknya dan arahan-arahan akalnya yang sehatm yaitu akal yang telah mengenal berbagai tujuan dan pandangan yang benar. Ketika ia dihadapkan pada berbagai pilihan, akalnya akan memilih sesuatu yang lebih utama dan lebih penting.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa perbuatan manusia itu sebenarnya dibentuk oleh kehendak yang muncul dari kecenderungan-kecenderungan dan keinginan-keinginan yang hanya dimiliki oleh manusia dan atas dasar pengarahan akal.
Adapun perbuatan yang dilakukan karena motif hewani semata-mata adalah perbuatan yang tentunya, bersifat hewani pula, sebagaimana gerak yang timbul dari kekuatan mekanik dalam tubuh manusia semata-mata merupakan gerak fisis saja.

Secara fitrah manusia memiliki kecenderungan untuk berusaha menemukan kesempurnaan insaninya dengan melakukan perbuatan-perbuatan. Akan tetapi untuk memilih perbuatan-perbuatan yang dapat menyampaikannya kepada tujuan-tujuan yang diinginkan, terlebih dahulu ia harus mengetahui puncak kesempurnaannya. [5]
Puncak kesempurnaanya ini hanya akan dapat diketahui manakala ia telah mengenal hakikat dirinya, awal dan akhir perjalanan hidupnya. Kemudian ia harus mengetahui hubungan yang baik maupun negatif - diantara berbagai perbuatan dengan aneka ragam jenjang kesempurnaan, sehingga ia dapat menemukan jalannya yang tepat. Selama ia belum mengetahuiu dasar-dasar teoritis pandangan dunia ini, ia tidak akan dapat menemukan sistem nilai dan ideologi yang benar.

6. Ragam Pendapat Tentang Kesempurnaan Manusia
1.      Pandangan Para Filosof Modern
Banyak perbedaan pendapat diantara berbagai kalangan seperti pemikir maupun filosof memandang hakikat kesempurnaan manusia. diantaranya yang mendasar adalah  :
1)      Kesenangan manusia terletak pada sejauh mana ia dapat menikmati kelezatan-kelezatan dan kesenangan-kesenangan material. Dan untuk dapat meraih itu maka seseorang harus menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga asset dan sumber-sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesenangan hidup manusia. Pandangan ini berpijak pada prinsip materialisme dan hedonisme serta individualisme.

2)      kesempurnaan manusia terwujud ketika sebuah masyarakat dapat meraih dan mengeksplorasi adet dan sumber daya alam semaksimal mungkin. Untuk mencapai tujuan itu, maka harus diupayakan aktualisasi kesejahteraan semua lapisan masyarakat yang bersangkutan. Pendapat ini adalah pendapat sosialisme (kesejatian masyarakat).

3)      Kesempurnaan manusia terletak pada perkembangan spiritual dan maknawinya yang didapat melalui riyadhah dan perjuangan melawan kelezatan-kelezatan materi. (Pendapat ini bertolak belakang dengan pendapat poin a dan b di atas)

4)      Kesempurnaan manusia terletak pada kesempurnaan rasionalitas (aqliyah)nya. Hal ini dapat diraih melalui ilmu pengetahuan dan filsafat.[6]

5)      Kesempurnaan manusia terkandung pada kemajuan intelektualitas (aqliyah) dan moralitas (akhlaq)nya. Yang demikian itu diraih dengan jalan perolehan ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter-karakter kejiwaan yang utama.
Berdasarkan pemaparan diatas, agar dapat dikenal kesempurnaan hakiki manusia, maka dalam pemaparan dalil-dalil, diupayakan tidak bersandar pada prinsip-prinsip filsafat tertentu, tetapi dengan proposisi sederhana.

2. Pandangan Ahli Tasawuf Tradisional
Istilah manusia sempurna (Insan Kamil) ini diperkenalkan oleh Ibnu Arabi dan dikembangkan oleh Al Jilli.
Cyril Glasse, dalam buku Ensiklopedi Islam karangannya, menjelaskan bahwa manusia sempurna adalah manusia universal. 6) Sebuah doktrin sufisme yang dijabarkan secara mendetail oleh Abdul Karim Al Jilli (w.820/1417) didalam karyanya yang berjudul Al Insan Al Kamil. Dasar doktrin ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu Hambal bahwa “Tuhan menciptakan Adam dalam rupa-Nya ( Ala Suratihi).
Menurut Jabir Ibn Hayyan, seorang pakar kimia, :”Alam kecil diciptakan diciptakan sesuai dengan prototype alam besar. Alam kecil adalah manusia ketika menyadari asal-usul kejadian yang diciptakan dalam rupa Tuhan (ala suratihi)”.
Menurut Al Ghazali, “Sebelum terjadi penciptaan, Tuhan mencintai diri-Nya sendiri dalam keesaan yang absolut. Dan melalui cinta-Nya tampaklah diri sendiri untuk diri-Nya sendiri semata. Selanjutnya Ia berkehendak untuk melihat cinta yang semata tersebut, yakni cinta yang tidak melibatkan pihak lain dan tidak terdapat dualitas, dan merupakan obyek cinta yang abadi, maka Ia menghadirkan sesuatu yang belum terwujud sebagai bayangan atas dirinya sendiri, menganugerhkan sifat-sifat dan nama-Nya. Bayangan Tuhan tersebut adalah Adam.
Menurut Ibnu Arabi (w.1240), “Pintu keluar masuk menuju manusia sempurna adalah wahyu”. Maksudnya adalah doktrin-doktrin wahyu mengenai diskriminasi antara Yang Nyata dengan yang tidak nyata, dan pentahbisan terhadap Yang Nyata melalui kesempurnaan nilai-nilai kemanusiaan dan supernatural. Jika hal ini telah dipastikan di dalam diri, niscaya seseorang akan mencapai pusat dari wujudnya,[7] dan manusia akan mencapai pada esensi dan tidak sekedar diluaran. Dalam keadaan seperti ini, setiap sikap perbuatannya sesuai kehendak Allah, bahkan identikm adanya, ia berada dalam kesempurnaan perbuatan, bahkan “tanpa nafsu” sedikitpun, karena ia mengidentifikasikan dirinya terhadap “sebab yang pertama” tanpa ada pihak luar yang mempengaruhinya. Demikian ini merupakan keadaan “nenek moyang manusia” (adam kadmon) atau “asal kejadian manusia” yang harmonis dengan fitrah.

  7. Manusia Sempurna Sebagai Tujuan Penciptaan
Yang paling menonjol dari pandangan tasawuf tentang manusia adalah dijadikannya manusia sebagai tujuan akhir dari penciptaan alam semesta. Pandangan ini bersumber pada hadits qudsi “lau laka, wa lau laka, ma khalaqtu al-alam qulaha”, yang artinya “kalau bukan karena engka (Ya Muhammad) tidak akan aku ciptakan alam semesta”. Engkau di dalam hadits diatas adalah Nabi Muhammad, tetapi ditafsirkan oleh sebagian sufi sebagai symbol manusia sempurna (insan kamil), yaitu bentuk manusia yang telah mencapai kesempurnaannya, yakni ketika ia telah mengaktualkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Menurut Jalal al-Din Rumi “Ketika kebun mawar telah musnah, kemanakah kita akan mendapatkan semerbak mawar?”, jawabnya dari “air mawar”. Maksudnya adalah ketika Tuhan yang gaib tidak bisa kita lihat, maka melalui para Nabi dan Rasul pesan dan berita dariNya dapat kita peroleh. Oleh karena Nabi dan Rosul yang berpuncak pada Nabi Muhammad, adalah contoh manusia paripurna. Mereka inilah yang sesungguhnya patut dijadikan sebagai tujuan akhir penciptaan alam. Ketika Nabi dan Rasul tidak diturunkan lagi setelah “penutup para Nabi dan Rosul” yaitu Muhammad, maka peran itu diteruskan lagi oleh aulia Allah, baik itu sahabat, Al muqarobbin dan juga para sufi.
Adapun bentuk nyata dari pemuliaan Tuhan kepada manusia adalah tanggung jawab-Nya untuk menciptakan segala prasarana dan sarana yang Dia ciptakan di bumi ini, yang pada gilirannya memungkinkan manusia hidup, tetapi juga menjalankan fungsinya sebagai wakil atau khalifah-Nya di muka bumi.
Secara praktis, Tuhan telah menciptakan segala apa yang ada di bumi ini untuk manusia, sebagaimana yang ada di dalam kitab sucinya, agar rencana Tuhan dalam menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya bisa terlaksana dengan baik.

8. Menjadi Manusia Sempurna
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa suatu hari Siti Aisyah, istri Nabi SAW ditanya Sahabat, “Saya ingin sekali meniru kehidupan Rosulullah Muhammad, bukankah disebutkan bahwa Muhammad itu uswatun hasanah, contoh yang baik. Nah kalau saya ingin contoh yang baik, ringkas dari ahlak Rosulullah itu seperti apa?” Jawab Siti Aisyah, “Akhlaquhu AlQuran.” Akhlak Nabi itu adalah Al Quran. Kalam Ilahi atau atau kurukulum Ilahi yang tercantum dalam Al Quran itulah yang harus diserap bila seseorang ingin mencontoh Nabi.
Untuk mencapai derajat Manusia Sempurna itu diperlukan sebuah perjuangan 7). Dalam tasawuf dikenal istilah salik. Salik merupakan orang yang selalu berjuang menuju Allah. Untuk mencapai Allah diperlukan sebuah pengembaraan dan perjuangan yang berat dan terus menerus.
Manusia sempurna dalam pandangan tasawuf tradisional adalah manusia yang mampu menangkap sifat-sifat, kehebatan-kehebatan Allah dan kemudaian tercermin atau terkatualisasikan dalam kehidupannya.
Dalam proses pencapaian manusia sempurna itu ada beberapa tahap:
·      Pertama, tahalli, yakni pengosongan diri manusia dari sifat-sifat, kotoran-kotoran yang memungkinkan hadirnya Tuhan dalam diri. Pengosongan itu adalah dalam rangka membuka pintu kehadiran Tuhan. Salah satu bentuk pengosongan adalah puasa. Dalam syahadat ada ungkapan La Ilaha, (jangan sampai kita mengangkat obyek-obyek selain Tuhan). Ini juga salah satu bentuk pengosongan.
·      Ke dua, adalah takhalli dilakukan, silahkan Allah hadir. Ucapan Illa Allah, dalam syahadat merupakan bentuk dari takhalli. Dalam proses ini Allah diundang hadir. Yang diundang hadir adalah sifat-sifatnya. Kalau sifat-sifat itu sudah hadir, maka kemudian diri kita disifati dengan sifat-sifat Allah. Dalam hadits disebutkan, takhalaku bi akhlaqillah (berakhlaklah Engkau dengan akhlak Tuhan). Dari sinilah kemudian muncul proses tajali, atau proses ke tiga, yakni penampakkan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Insan kamil atau manusia sempurna adalah orang yang telah melewati ke tiga tahap itu.
Sebuah riwayat mengatakan apabila seorang telah mencapai derajat insane kamil, maka bila ia melihat, ia akan melihat dengan mata Tuhan, dia akan mendengar dengantelinga Tuhan, dia berbicara dengan mulut Tuhan. Maksudnya, secara popular adalah bahwa dirinya telah terprogram dengan sifat-sifat Allah. Samapi disitulah contoh wahdatul wujud terjadi, bahwa Tuhan telah hadir dalam diri manusia. Tapi kehadiran yang mudah dipahami adalah kehadiran sifat-sifatnya. Kalau dikatakan bahwa manusia sempurna itu reinkarnasi Tuhan, maka maksudnya adalah inkarnasi dari sifat-sifat Tuhan.[8]
Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar. Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan. Kedudukan akal dalam Islam adalah merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada manusia dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Dengannya, manusia dapat membuat hal-hal yang dapat mempermudah urusan mereka di dunia. Namun, segala yang dimiliki manusia tentu ada keterbatasan-keterbatasan sehingga ada pagar-pagar yang tidak boleh dilewati.
Dengan demikian, manusia adalah makhluk hidup. Di dalam diri manusia terdapat apa-apa yang terdapat di dalam makhluk hidup lainnya yang bersifat khsusus. Dia berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan dan berkembang biak, menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang dan cinta,rasa kebapaan dan sebagai anak, sebagaimana dia memiliki rasa takut dan aman, menyukai harta, menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan rasa suka, merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa perasaan-perasaan yang melahirkan rasa cinta. Hal itu juga telah menciptakan dorongan dalam diri manusia untuk melakukan pemuasan rasa cintanya itu dan memenuhi kebutuhannya sebagai akibat dari adanya potensi kehidupan yang terdapat dalam dirinya. Oleh karena itu manusia senantiasa berusaha mendapatkan apa yang sesuai dengan kebutuhannya,hal ini juga dialami oleh para mahluk-mahluk hidup lainnya, hanya saja, manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya dalam hal kesempurnaan tata cara untuk memperoleh benda-benda pemuas kebutuhannya dan juga tata cara untuk memuaskan kebutuhannya tersebut. Makhluk hidup lain melakukannya hanya berdasarkan naluri yang telah Allah ciptakan untuknya sementara manusia melakukannya berdasarkan akal dan pikiran yang telah Allah karuniakan kepadanya.
Dewasa ini manusia, prosesnya dapat diamati meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan antara spermatozoa dengan ovum.
Didalam Al-Qur`an proses penciptaan manusia memang tidak dijelaskan secara rinci, akan tetapi hakikat diciptakannya manusia menurut islam yakni sebagai mahluk yang diperintahkan untuk menjaga dan mengelola bumi. Hal ini tentu harus kita kaitkan dengan konsekuensi terhadap manusia yang diberikan suatu kesempurnaan berupa akal dan pikiran yang tidak pernah di miliki oleh mahluk-mahluk hidup yang lainnya. Manusia sebagai mahluk yang telah diberikan kesempurnaan haruslah mampu menempatkan dirinya sesuai dengan hakikat diciptakannya yakni sebagai penjaga atau pengelola bumi yang dalam hal ini disebut dengan khalifah. Status manusia sebagai khalifah , dinyatakan dalam Surat All-Baqarah ayat 30. Kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah.
Namun kebanyakan umat Islam menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubungkan dengan jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah. Akan tetapi fungsi dari khalifah itu sendiri sesuai dengan yang telah diuraikan diatas sangatlah luas, yakni selain sebagai pemimpin manusia juga berfungsi sebagai penerus ajaran agama yang telah dilakukan oleh para pendahulunya,selain itu khalifah juga merupakan pemelihara ataupun penjaga bumi ini dari kerusakan.
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan pada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah.
Potensi fisik manusia adalah sifat psikologis spiritual manusia sebagai makhluk yang berfikir diberi ilmu dan memikul amanah. Sedangkan potensi ruhaniah adalah akal, gaib, dan nafsu. Akal dalam penertian bahasa Indonesia berarti pikiran atau rasio. Dalam Al Qur’an akal diartikan dengan kebijaksanaan, intelegensia, dan pengertian. Dengan demikian di dalam Al Qur’an akal bukan hanya pada ranah rasio, tetapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu akal diartikan dengan hikmah atau bijaksana.
Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqaib dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulatpanjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah, yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan, dan arif.
Akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam, sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu.
Adapun nafsu adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan-dorongan ini sering disebut dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas.potensi dan kemampuan yang diberikan oleh Allah swt kepada Nabi Adam as sebagai bekal untuk menjalankan perannya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Potensi tersebut adalah berupa ilmu yang mungkin bisa kita konotasikan pada masa sekarang dengan kecerdasan. Persoalannya sekarang adalah apa bentuk kecerdasan yang telah dikaruniakan oleh Allah swt kepada manusia agar bisa menjalankan kewajibanya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Berbicara tentang kecerdasan manusia tentu tidak terlepas dari pembicaraan tentang otak manusia. Otak manusia adalah massa protoplasma yang paling kompleks yang yang pernah dikenal di alam semesta. Inilah satu-satunya organ yang sangat berkembang sehingga mampu mempelajari dirinya sendiri. Jika dirawat dalam tubuh yang sehat dan lingkungan yang baik yang dapat merangsangnya, maka otak manusia akan tetap aktif dan bisa bertahan lama. Paul Maclean, Direktur Labratorium Evlusi dan Tingkah Laku Otak, National Institute of Mental Health di Amerika, menjelaskan bahwa manusia dikarunia otak komplet yang mencakup tiga jenis evolusi yaitu otak reptil, otak mamalia tua (sistim limbik) dan otak mamalia baru (neokorteks). Inilah integrasi hardware tercanggih yang bisa berpikir sangat rumit sekaligus memiliki potensi “kekacauan” yang tinggi akibat berkumpulnya tiga jenis otak di kepala. Otak reptil merupakan komponen kecerdasan yang terendah. Bagian otak ini membuat kita bisa memiliki rutinitas dan membentuk kebiasaan, tetapi juga bisa menyulitkan karena kebiasaan buruk kita pun tertanam di sini. Di sekeliling otak reptil terdapat sistim limbik yang sangat kompleks dan luas yaitu otak mamalia tua. Sistim limbik berada di bagian tengah otak manusia. Fungsinya bersifat emosional dan kognitif, yaitu menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar. Sistem ini juga mengatur bioritme manusia seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, detak jantung, gairah seksual, temperatur dan kimia tubuh, metabolisme dan sistem kekebalan. Karena itu sistem limbik merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagian ketiga yaitu neokorteks merupakan bagian paling atas yang membungkus sistim limbik dan membentuk sekitar 80% dari seluruh materi otak. Bagian ini merupakan tempat bersemayam kecerdasan manusia, tempat berlangsungnya analisa, logika, kretivitas dan intuisi yang seharusnya digunakan untuk mengarahkan kecenderungan kedua otak lainnya. 45 Tipe bagian otak manusia juga dapat dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan. Para pakar percaya bahwa masing masing belahan otak kita mengatur "mode" pikiran yang berbeda walaupun ada persilangan dan interaksi antara kedua sisi. Hipotesa ini disebarluarkan oleh Roger Sperry, yang memenangkan Hadiah Nobel untuk penelitiannya pada tahun 1981. "Mode-mode" itu secara kasar terbagi seperti berikut:46 OTAK KIRI Logis Berurutan Rasional Analisa Obyektif Sebagian OTAK KANAN Intuitif Acak Holistik Sintesa Subyektif Menyeluruh.Otak kiri berhubungan dengan pikiran logik, analisa, dan ketepatan, sementara otak kanan berfokus pada keindahan, perasaan dan kreatifitas. Sepertinya bagian sebelah kanan adalah teman kreatifitas kita. Ide-ide baru datang dari keadaan yang tak normal, tanpa mengacuhkan batas dan fakta, berkelana ketempat dimana orang belum pernah pergi sebelumnya, untuk mencari galaksi baru dan peradaban. Otak kiri, di lain pihak, menganalisa, mengatur, dan berurusan dengan detail, secara umum mensabotase kreatifitas pemikiran kita. Kedua belahan otak itu sama-sama penting bagi manusia. Orang yang bisa memanfaatkan kedua belahan otak itu dengan baik akan cnederung seimbang
Bobby DePorter dan Mike Hernacki. Quantum Learning Membiasakan belajar Nyaman dan Menyenangkan [9] dalam setiap aspek kehidupannya. Pada masa lalu, terutama mulai awal abad XX, kecerdasan manusia hanya diukur dengan apa yang disebut dengan kecerdasan intelektual atau rasional. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika atau strategis. Para psikolog menyusun berbagai tes untuk mengukurnya dan tes-tes ini menjadi alat untk memilah manusia kedalam berbagai tingkatan kecerdasan yang kemudian lebih dikenal dengan istilah IQ (Intellegence Quotient/kecerdasan intelejensi). Menurut teori ini, orang yang memiliki intelegensi tinggi akan lebih cepat dan lebih tepat di dalam menghadapi masalah-masalah baru dibandingkan dengan orang yang kecerdasannya kurang. IQ digolongkan menjadi 4 (empat) kategori yaitu: kecerdasan rata-rata dengan angka IQ 90 - 109; diatas rata-rata dengan angka IQ 110-119; cerdas dengan angka IQ 120-129 dan IQ diatas 130 untuk kategori jenius (cerdas sekali). Dominasi pengaruh kecerdasan Intelektual kemudian mulai dipertanyakan, sebab dalam kenyataan banyak orang yang dikategorikan berhasil ternyata tidak semuanya mempunyai IQ yang tinggi. Pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman mempopulerkan kecerdasan lain yang sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual yang disebut dengan kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan emosional (EQ) memberikan kesadaran tentang perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain. Kecerdasan emosional (EQ) mengajarkan tentang rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan untuk menanggapi kesedihan dan kegembiraan dengan tepat. Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.49 Kecerdasan emosional juga mencakup ketrampilan lainnya yang berkaitan dengan kognisi seperti, keterampilan melakukan monolog (berbicara kepada diri sendiri) atau melakukan dialog batin untuk menghadapi suatu masalah; dapat membaca atau menafsirkan isyarat-isyarat sosial, misalnya mengenali pengaruh
Lihat juga Daniel H. Pink, Misteri Otak Kanan Manusia ter. Rusli (Yogyakarta: Penerbit Think, 2008) Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan ter. Rahmani Astuti dkk.[10]
Sosial terhadap perilaku kita dan melihat dampak perilaku kita tidak hanya dengan kacamata pribadi akan tetapi dengan pandangan (perspektif) yang lebih luas yaitu masyarakat dimana kita tinggal; menggunakan langkah-langkah yang tepat dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan memperhitungkan resiko-resiko yang mungkin akan terjadi; mampu memahami sudut pandang orang lain; memahami sopan santun, perilaku mana yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat bersikap positif dan optimistis; serta mampu mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang diri sendiri dan masa depan kita Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan kemudian ditemukan kecerdasan yang lain yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Gambaran utuh kecerdasan manusia dilengkapi dengan adanya kecerdasan spiritual yaitu suatu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna daripada yang lain. Kecerdasan spiritual yang merupakan temuan terkini secara ilmiah pertama kali digagas oleh Danah Zohar dari Harvard University dan Ian Marshall dari Oxford University melalui riset yang sangat komprehensif. Pembuktian ilmiah tentang kecerdasan spiritual berawal dari temuan bahwa pada diri manusia terdapat God-spot sebagai pusat spiritual yang terletak di antara jaringan syaraf dan otak. Penelitian membuktikan bahwa ada proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada upaya untuk mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Pada God-Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam.  Ary Ginanjar Agustian. Rahasia sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam Hadits ini dida’ifkan oleh sebagian ahli hadith karena adanya perawi Abu Bakr b. Abi Maryam yang dikategorikan lalai. Namun hadith ini dihasankan oleh al Turmudhi bahkan disahihkan Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan beramal untuk masa sesudah mati sedangkan orang yang lemah adalah mereka yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah Menurut hadith ini kecerdasan seseorang dilihat dari kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya (cerdas emosi) dan mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan sesudah mati (cerdas spiritual). Manusia yang bisa menjalankan fungsi kekhalifahannya, menurut penulis adalah mereka yang bisa mengoptimalkan segenap kecerdasan yang ada pada dirinya, mengoptimalkan kecerdasan yang ada pada otak mamalia baru dalam rangka mengatasi kecenderungan negatif dari kedua otak lainnya, bisa menyeimbangkan antara otak kanan dan otak kiri kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional serta memadukan antara dan kecerdasan spiritual.Ketimpangan pada salah satu jenis kecerdasan, terutama kecerdasan spiritual akan menyebabkan ketimpangan pula dalam kehidupannya. Tesis Malaikat yang menyatakan bahwa manusia tidak akan bisa menjalankan tugas kekhalifahannya, bahkan hanya bisa menumpahkan darah dan berbuat kerusakan di muka bumi, akan terjadi manakala tidak ada keseimbangan antara seluruh jenis kecerdasan yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada manusia. 52 Peran kekhalifahan manusia sebetulnya merupakan amanah yang diberikan oleh Allah swt kepadanya






BAB III
PENUTUP


A.KESIMPULAN

   Dari uraian di atas dapat kami simpulkan terdapat poin-poin penting, yaitu;
Manusia terdiri dari 2 substansi yaitu substansi jasad dan substansi roh
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi.
Hakikat psikologi Islam dapat dirumuskan yaitu kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Menurut pandangan islam, manusia dilahirkan dri rahim seorang ibu dalam keadaan fitrah, yaitu suci dari dosa.Dalam sebuah Hadits disebutkan :

مامن لود الايولد عل الفطره فا بواه يهودنه او ينصرانه اويمجسانه ( رواه مسلم)

Artinya :
“Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan atas fitrah (beragama Islam), maka orang tuanyalah yang menjadikan anak itu beragama Yahudi atau beragama Kristen atau beragama Majusi (menyembah api).
(HR.Muslim)
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna diantara makhluk lainnya.Dari sesuatu yang hina menjadi sesuatu yang mulia.Sebagaimana diterangkan dalam Qs.almu’min ayat 12, 13, 14.Oleh karena patutlah kita bersyukur kepada-Nya..Dengan menggunakan akal kita dapat memikirkan sesuatu yang benar atau salah.
B.PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, semoga bermanfaat bagi pembaca khususnya dan bagi semua kalangan umumnya.Seluruh saran dan dukungan demi kesempurnaan atau perbaikan makalah ini.Saran dan masukan selalu kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA


1999“Aqidah ahlak”..Semarang
“al Qur’an terjemah”Jakarta
Abdul Rahman Shaleh, Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar
Dalam Perspektif Islam, , Prenada Media, Jakarta, 2004
 MT Misbah Yazdi, Jagad Diri, Penerbit AlHuda, Jakarta, 2006
MT Misbah Yazdi, Iman Semesta Merancang Piramida Keyakinan,penerbit Al Huda, 2005




[1] Qs. Al-Imran [3] :47, Qs.al-Kahfi [18]:110,Qs.fushshilat [41] :6 ,Qs.al-furqan [25]:7 dan 10,Qs.yusuf [12]:31
[2] (Q.S. 38:71-72). 1) Abdul Rahman Shaleh, Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, , Prenada Media, Jakarta, 2004
[3] (QS. 7:178-179).
[4] MT Misbah Yazdi, Jagad Diri, Penerbit AlHuda, Jakarta, 2006
MT Misbah Yazdi, Iman Semesta Merancang Piramida Keyakinan,penerbit Al Huda, 2005

[5]  MT Misbah Yazdi, Iman Semesta Merancang Piramida Keyakinan,penerbit Al Huda, 2005

[6] 5) MT Misbah Yazdi, Jagad Diri, Penerbit AlHuda, Jakarta, 2006


[7] 1)Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,2002

[8] .Dr. Komaruddin Hidayat, Manusia Modern Mendamba Allah, Penerbit IIMaN & Penerbit Hikmah, Jakarta, 2002

[9] Bandung: Kaifa, 2002), 26. Lihat juga Sentanu, Quantum Ikhlas, 66-67. 46 Ibid, 39

[10] Bandung: Mizan, 2002), 1 49 Ibid

2 komentar: